BENDERRAnews, 19/5/19 (Minahasa): Sejumlah daerah di Indonesia memilih momentum bermakna dari hari bersejarah tertentu yang terjadi di daerahnya untuk dijadikan simbol, branding, bahkan icon, dimana terus diperingati serta dirayakan setiap tahun.
Itu terjadi misalnya di ibukota negara, Jakarta, yang oleh Sudiro, menjabat walikota periode 1953-1958, telah menetapkan tanggal 22 Juni 1527 sebagai hari paling dekat pada kenyataan dibangunnya Kota Jayakarta, melalui perjuangan dan kepahlawanan Pangeran Fatahillah. Sehingga, sampai sekarang pun, tangal 22 Juni pun dirayakan besar-besaran sebagai Hari Jadi Provinsi DKI Jakarta, bahkan dilengkapi dengan ajang pameran terbesar di Indonesia berjuluk ‘Jakarta Fair’.
Sementara itu, Provinsi Jawa Barat, menghadapi pilihan sulit untuk menentukan hari jadinya. Ada yang berpendapat harus mengacu kepada fakta sejarah, dimana Jawa Barat sebagai provinsi telah disahkan eksistensinya pada 1 Januari 1926 (oleh Pemerintah Kolonial Belanda). Sementara versi lain menegaskan, harus dirayakan pada setiap bulan Agustus, karena Jawa Barat dianggap merupakan provinsi pertama yang dibentuk Republik Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia mulai menata kehidupan kenegaraan. Yakni, berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuklah provinsi dan penentuan para gubernurnya.
Berangkat dari sebuah perjalanan sejarah panjang, telah menjadi pertimbangam Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kemudian menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur. Yakni, menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Timur dan diperingati secara resmi setiap tahun, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur.
Gubernur Soekarwo menyampaikan, HUT Provinsi Jatim ke-72 merupakan momentum untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, kebanggaan daerah serta merupakan sarana mendorong semangat memiliki, membangun daerah serta memperkuat rasa kecintaan masyarakat.
Sementara dasar penentuan hari jadi provinsi yang memiliki semboyan abadi di logo resmi provinsi ‘Jer Basuki Mawa Beya’ (=”bahwa untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan pengorbanan”), ialah perjalanan sejarah bangsa Indonesia, proses pembentukan struktur pemerintahan dan wilayah Jatim ternyata memiliki perjalanan panjang. Dari sumber-sumber epigrafis dalam bentuk batu bertulis (Prasasti Dinoyo) diketahui bahwa sejak abad VIII, tepatnya tahun 760 di Jawa Timur telah muncul suatu satuan pemerintahan, Kerajaan Kanjuruhan di Malang, dengan status yang sampai kini masih diperdebatkan.
Maklumat Bung Karno
Banyak daerah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur, telah memasukkan berbagai kearifan lokal, termasuk sejarah kebangsaan yang terjadi di daerahnya, bukan saja sebagai basis utama menentukan hari jadi daerah, tetapi juga semua itu dimasukkan menjadi mata pelajaran muatan lokal di berbagai jenjang pendidikan.
Itu sebabnya, Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) mengingatkan, seyogianya Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946 pun penting diperingati secara khidmat, bermakna, sekaligus masuk kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Dengan begitu, demikian Ketua Umum DPP GPPMP, Jeffrey Rawis, anak-anak muda dan generasi milenial tidak cuma mengenal 14 Februari itu sebagai valentine day, tapi merupakan hari yang memiliki makna heroik bagi daeahnya serta bangsanya.
“Mengapa 14 Februari 1946 sangat fenomenal dan monumental bagi kita barisan pro Merah Putih di Sulawesi Utara, karena pada saat itulah untuk pertama kalinya terjadi integrasi kekuatan dahsyat antara para tokoh politik, tokoh militer, tokoh pemuda, tokoh perempuan serta aliansi komunitas adat, untuk bersama-sama ‘menghancurkan’ postulat kolonialisme Belanda, lewat penyerbuan tangsi militer Teling, menaikkan bendera Merah Putih, penangkapan para KNIL (tentara Belanda) serta NICA (pemerintah sipil Belanda), kemudian diasingkan ke Maluku Utara. Pada hari itu pula,” papar Jeffrey,
Ia mengemukakan itu di depan forum konsolidasi DPD GPPMP Sulawesi Utara yang dihadiri DPC-DPC GPPMP se-Sulut, Jumat (17/5/19) lalu, di ‘Kobong Tu’ur Wowis’, Leilem 2, Minahasa.
Disebutkan, di bawah pimpinan BW Lapian (Pemimpin Sipil) dan Ch Ch Taulu (Pemimpin Militer), seluruh wilayah Sulut dinyatakan merdeka dari penjajahan asing, serta mengakui eksistensi NKRI yang diproklamasikan oleh Bung Karno, 17 Agustus 1945. Dan satu hal patut dicatat lagi, mereka dari beraneka latar etnik dan keyakinan (Minahasa, Sangihe dan Talaud, hingga Gorontalo, bahkan ada beberapa pejuang dari berbagai daerah lain se-Nusantara), bersatu padu di bawah pemerintahan Merah Putih Sulawesi Utara.
“Nah, itu sebabnya, yang paling urgen saat ini, mari kita meresapi kata-kata Bung Karno yang dalam maklumatnya pada tahun 1964, saat menerima para pelaku sejarah Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946 di Istana Merdeka, menyatakan, “14 Februari itu Hari Sulawesi Utara”. Artinya, kita perlu repot lagi melakukan kajian atau perdebatan seperti yang terjadi di daerah lain untuk mencari momentum pas sebagai hari daerahnya. Cukup dengan mengimplementasikan apa yang ditegaskan oleh Bung Karno, yang jelas-jelas sangat menghargai kebesaran jiwa dan kepahlawanan para pahlawan Merah Putih di Sulawesi Utara,” tandas Jeffrey.
Betapa tidak, Sulut telah berkontribusi sangat signifikan terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Bung Karno, pada 17 Agustus 1945.
“Enam bulan sesudah proklamasi, Sulut adalah daerah pertama di luar Jawa, atau ketiga secara nasional (sebelumnya ada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Red), yang dengan tegas melepaskan diri dari cengkeraman kolonial Belanda, sekaligus sepakat mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, yaitu melalui Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946,” ungkap Ketua Umum (Ketum) DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP), Jeffrey Rawis.
Karenanya, demikian Jeffrey, Sulut punya andil besar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Sebab, Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946, adalah momentum penting yang mengubah persepsi internasional, bahwa Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta hanyalah gerakan para ekstremis dan kaum separatis di Tanah Jawa. Dari peristiwa kudeta militer di Manado ini, akhirnya memaksa Belanda menyerahkan kekuasaan pada 29 Desember 1949, setelah sebelumnya banyak negara di forum PBB mengakui kedaulatan kita,” tandasnya.
Semua ini, demikian Jeffrey, harus terus diingat dan diteruskan kepada generasi selanjutnya. “Bung Karno bilang, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karenanya, mari kita galang tekad mengimplementasikan semua inu melalyi wujud-wujud konkret berdaya tahan lama, seperti pendirian Institut Teknologi 14 Februari 1946 (ITF), sebagaimana para arek Suroboyo mengabadikan spirit perjuangan dan kepahlawanan 10 November 1945 dengan mendirikan Institut Teknologi Sepuluh November 1945 (ITS),” katanya.
Lima amanat Rakernas
Dalam konsolidasi yang dibuka oleh Pjs Ketua DPD GPPMP Sulut, Ferry Rende, Ketum DPP GPPMP memaparkan ‘pointers’ tentang “Implementasi Rakernas GPPMP, Jiwa-Semangat-Nilai (JSN) GPPMP dan Program Aksi (PA)” di depan jajaran DPD GPPMP Sulut.
Pertama, menyangkut amanat untuk mengimplementasikan lima dari tujuh hasil utama Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GPPMP di Bitung, Sulawesi Utara, Februari 2019. Yakni terdiri atas, ke-1, Pendirian Institut Teknologi 14 Februari 1946 (ITF), dimana sudah ada pembicaraan awal tentang lokasi kampus dengan Walikota Bitung, Tokoh Merah Putih Ventje Rumangkang selaku Pinisepuh GPPMP dan Pengusaha Audy Lieke yang juga Wakil Bendahara “Sam Ratulangi Institute” (SRIn).
Selanjutnya ke-2, Pembangunan Monumen Merah Putih dan Diorama Peristiwa Heroik Perjuangan 14 Februari 1946, dimana sudah ada lokasi yang dijanjikan Walikota dan Wakil Walikota Manado, sementara Rektor Unsrat, Prof Dr Ir Ellen Kumaat yang juga Wanhat GPPMP, sudah menyiapkan tim desainnya.
“Ini nantinya bisa dikembangkan menjadi lokasi Wisata Sejarah, sekaligus obyek studi,” ujar Jeffrey.
Lalu ke-3, Memperjuangkan Sejarah Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946 masuk kurikulum sebagai muatan lokal untuk dijadikan materi pelajaran di SD, SMP hingga SMA di Sulut. Dalam hal ini perlu melobi DPRD Sulut, Gubernur Sulut, Dinas Pendidikan, agar bisa di-Perda-kan.
“Yang satu ini sangat wajar, agar orang tidak lagi lebih mengenai 14 Februari sebagai “Hari Kasih Sayang” atau ‘Valentine Day’, tetapi “Hari Merah Putih”, “Hari Sulawesi Utara” seperti kata Bung Karno,” tegas Jeffrey.
Berikut, ke-4, memperjuangkan 14 Februari 1946 sebagai Hari Sulawesi Utara mengacu pada Maklumat Bung Karno tahun 1964 (yang nantinya setiap tahun ditandai Apel, Ziarah & Pemasangan Bendera Merah Putih). Dan ini, menurut Jeffrey, lagi-lagi perlu melobi DPRD Sulut, Gubernur Sulut, Dinas Pendidikan, dan pihak lain yang berkompeten agar bisa di-Perda-kan.
Kemudian, ke-5, Produksi Film “Berkibarlah Benderaku”, yang telah mendapat restu Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, selaku Ketua Dewan Penasihat (Wanhat) DPD GPPMP Sulut melalui Stafsus Gubernur, Josef Osdar, Wakil Ketua Dewan Pembina (Wanbin DPP GPPMP).
“Terkait hal ini, perlu sekali lagi melakukan auduensi dengan Gubernur Sulut, para Bupati dsn Walikota yang ‘care’ untuk meng-APBD-kan anggaran produksi film perjuangan ini, sebagaimana sudah dilakukan pada era Pnj Gubernur Sulut, pak Soni Sumarsono,” demikian Jeffrey.
Khusus pendirian ITF, DPP GPPMP telah menindaklanjutinya dengan menunjuk DPD GPPMP Sulut dan DPD GPPMP Jabar sebagai mitra di lapangan, yakni Dr Rudy Alouw, MPsy, Ketua Wanbin DPD GPPMP Jabar sebagai Ketua Tim, bersama tiga Wakil Ketua, yakni Dr Ir W Donald R Pokatong, MSc, salah satu Ketua DPP GPPMP, Dr Eleonora Moniung, SH, MH, Ketua Wanhat DPD GPPMP Jabar, dan Dr Elisa FA Regar/Wanhat DPD GPPMP Sulut). Sekretaris 1, Brian H Taruh, Ketua DPD GPPMP Jabar, Sekretaris 2, Ferry Rende, Pjs Ketua DPD GPPMP Sulut, Anggota Eksekutif masing-masing Prof Dr W Lintu’uran, Wanbin DPP GPPMP, Dr Yopie Bujung, Wakil Ketua Wanhat DPD GPPMP Jabar, Dr Tony Macpal, MSc Wakil Ketua Wanbin DPD GPPMP Jabar, Ir Rio Sumual, MSc, Wanhat DPD GPPMP Sulut, dan Dr Danny Sondakh, Wakil Ketua DPD GPPMP Sulut. “Nantinya, mereka didukung sebuah Tim Kerja yang mengkolaborasikan personel DPP GPPMP, DPD GPPMP Jabar, juga DPD GPPMP Sulut, serta Tim “Sam Ratulangi Institute” (SRIn),” ungkapnya.
Gali dan implementasi JSN
Kedua, Ketum DPP GPPMP mengingatkan upaya menggali, mengembangkan, mengimplementasikan Jiwa-Semangat-Nilai (JSN) Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946, yakni Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 & NKRI, Pancasila & UUD 1945, Sumpah Pemuda, Bhineka Tunggal Ika, dan Bendera Merah Putih, yang berbasis muatan maupun kearifan lokal.
Yakni dielaborasi dalam sejumlah Program Aksi (PA), di antaranya, ke-1, Seminar Awal: “Ch Ch Taulu Pahlawan Nasional” pada medio Juni, di Kawangkoan. Ini perlu dikoordinasikan dengan Walikota Bitung, Max Lomban yang juga Ketua Wanhat DPC GPPMP Bitung dan Bupati Minahasa, Roy Roring, selaku Ketua Wanhat DPC GPPMP Minahasa, dimana akan diawali kerja bakti oleh jajaran DPC GPPMP Minahasa bersama DPD GPPMP Sulut di lokasi Monumen Lapian-Taulu.
Lalu ke-2, Diskusi Publik “Kepeloporan & Inspirasi Perempuan dalam Kepemimpinan Masyarakat di Minahasa/Sulut”, kerjasama DPD GPPMP Sulut, Tim Penggerak PKK Sulut dan Biro Perempuan Sulut maupun LSM Pemberdayaan Perempuan.
Dan ke-3, FGD tentang “Anjloknya ranking UNBK Sulut dan Terobosan Solutif”, kolaborasi DPD GPPMP Sulut, Dinas Pendidikan Sulut dan PWI Sulut, sebagaimana disebut di atas.
Sebagai wilayah yang sejak republik ini diproklamasikan selalu menempati peringkat atas dalam hal pendidikan, tentu banyak pihak terhenyak mendapatkan fakta kekinian, dimana Provinsi Sulawesi Utara berposisi tiga terbawah UN SMK se-Indonesia.
“Ironis dan menyedihkan, kita kini berada pada urutan ke-32 dari 34 provinsi, atau “tiga besar” terbawah. Tapi, kita tidak boleh saling menyalahkan, harus segera bangkit. Dan kami sudah berkoordinasi awal dengan Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Utara (Sulut), untuk mengkaji lebih dalam faktor penyebabnya, sekaligus menemukan solusi konkret yang bisa diimplementasikan,” kata Pjs Ketua DPD Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) Sulut, Ferry Rende.
Ke-4, Penerbitan Buku: “Peristiwa Heroik Merah Putih 14 Februari 1946”, “Seratus Pejuang dan Pahlawan Nasional dari Sulawesi Utara” serta cetak ulang dengan penyuntingan secukupnya buku “Sulawesi Utara Bergolak”. Kesemuanya diharapkan bisa jadi acuan untuk kurikulum muatan lokal dari SD, SMP hingga SMA.
“Dua buku pertama disusun oleh Tim DPP GPPMP, sedangkan buku ketiga merupakan tulisan Oom Ben Wowor, 97 tahun, pelaku sejarah yang masih hidup. Untuk dua buku pertama, DPD GPPMP Sulut dan DPC GPPMP Bitung diminta berkoordinasi dengan Pemkot Bitung via Sekot, Bapak Dr Audy Pangemanan selaku Ketua Wanbin DPC GPPMP Bitung, karena diskedul di-‘launching’ per 10 Oktober 2919, bertepatan dengan HUT Kota Bitung,” ujarnya.
“Sedangkan edisi baru buku Oom Ben Wowor diharapkan dikoordinasikan DPD GPPMP Sulut dan DPC GPPMP Manado dengan Walikota Manado, Bapak Vicky Lumentut selaku Ketua Wanhat DPC GPPMP Mdo”.
Berikut, ke-6, ada gelaran “GPPMP – Minahasa Fun Bike 2019”, yang sudah jadi kalender tetap Pemkab Minahasa dan telah dicanangkan sebagai “Hari Bersepeda Sulut”. Tahun ini merupakan lanjutan dari dua kegiatan yang sama dua tahun berturut, dan digelar bulan November berkenaan dengan Harijadi Minahasa dan HUT Dr GSSJ Ratulangi.
“Dimohon segera audiensi ke Bupati Minahasa, Bapak Roy Roring dan buatkan surat oleh DPD GPPMP Sulut kepada Pemkab Minahasa, karena akan dimasukkan dalam APBD Perubahan,” ujarnya, didampingi Wakil Ketua Tim Satkersus DPD GPPMP Sulut, Adi Palit, yang juga Stafsus Bupati Minahasa.
Lalu, ke-6, “Dialog Kerukunan Beragama demi Mengukuhkan Kebangsaan yang Harmonis”, kerjasama DPD GPPMP, FKUB dan semua Ormas Adat, direncanakan Juli 2019, dalam rangka HUT GPPMP (17 Juli) serta Harijadi Manado (14 Juli).
Galang kolaborasi dengan mitra
Lanjut, ke-7, Pembentukan Koperasi Merah Putih Jaya, dengan fokus mengembangkan produk khas Sulut, di antaranya produksi “Cap Tikus/Sopi Minahasa” rasa internasional, yang layak masuk pasar global, pembuatan jus ‘nata de coco’, dan seterusnya.
“Intinya, kita menggalang para pihak, para mitra dari mana-mana, baik itu dunia perguruan tinggi, SMK, juga dunia industri, termasuk Apindo, Kadin dan Hipmi, serta institusi lain untuk bersinergi memberi nilai tambah bagi produk-produk khas berbasis bahan baku lokal yang pada giliran berikut memberiksn kontribusi buat perekonomian rakyat serta pertumbuhan ekonimi regional,” katanya lagi.
Berikut, ke-8, “Diskusi Publik Masalah Krisis Kelistrikan Sulut”, kerjasama DPD GPPMP Sulut, DPD Aklindo Sulut dan PLN, pada Juni 2019. Ini berkenaan dengan kondisi, dimana ketersediaan kelistrikan atau kapasitas terpasang kita baru 400 MW, jauh dari kebutuhan minimal sekitar 1.100 MW.
Provinsi Sulawesi Utara kini semakin diincar para investor yang berniat menanamkan modal di sejumlah sektor bisnis berprospek.
Apalagi dengan diresmikannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) oleh Presiden Joko Widodo belum lama berselang, peresmian jalan Tol Manado-Bitung yang diskedul Oktober depan, dan pengembangan Pelabuhan ‘Samudera’ Bitung sebagai ‘Indonesia Hub Port’ (IHP).
“Dipastikan, akan semakin meningkatkan minat para investor dari dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi di Sulawesi Utara (Sulut), apalagi posisi Sulut di sentrum Pasifik, relatif dekat dengsn pasar global,” kata ,
Sayangnya, demikian Wakil Ketua Tim Satkersus DPD GPPMP Sulut, Herdy Togas, daerah ini sesungguhnya sedang menghadapi krisis ketersediaan energi listrik. “Bayangkan ketersediaan kelistrikan atau kapasitad terpasang kita baru 400 MW, jauh dari kebutuhan minimal sekitar 1.100 MW. Ini harus hisa kita carikan solusinya,” ujar Herdy yang juga Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Kelistrikan Indonesia (Aklindo) Sulut.
Itu sebabnya, dengan menggandeng para pihak yang berkompeten, DPD GPPMP Sulut bersama DPD Aklindo Sulut sepakat menggelar “Diskusi Publik Mengatasi Krisis Listrik Sulut: Solusi Urgen Mendukung Percepatan Investasi & Kesejahteraan Rakyat”, pada Juni 2019 mendatang.
Kemudian ke-9, “Seminar Khusus ttg Pemberdayaan Bank Sulut dan BUMD dalam upaya Pengendalian Harga serta Distribusi Komoditi Kebutuhan Pokok Rakyat”, kerjasama DPD GPPMP Sulut, Biro Perekonomian, Disperindag, Dolog, Bank Sulut, yang sebisanya digelar Juli 2019.
“Ini menjadi sangat penting saat ini, mengingat harga–harga komoditas pokok produksi rakyat Sulut seperti rica, tomat dll sering anjlok, akibat faktor ijon, kalah oleh serbuan rica Gorontalo atau tomat NTB. Seyogianya ada atensi Bank Sulut mengatasi ijon, juga kita butuh BUMD yang dapat berfungi menampung hasil produksi petani, termasuk pentingnya keberanian regulator dalam mengendalikan distribusi (terutama dari luar), agar harga komoditas kita terkendali,. Tegasnya kita harus bela kepentingan petani kita,” ujar Wakil Ketua Tim Satkersus Sulut, Ferry Keintjem.
Dinamisasi kehidupan organisasi
Ketiga, demikian Jeffrey melanjutkan, berupa warna sari atau kapita selekta, tentang urusan dinamisasi kehidupan organisasi, di antaranya ihwal pelaksanaan Rakerda per tahun, Rapat Pengurus Harian (Ketua bersama Wakil-wakil Ketua, Sekretaris, para Wasek, Bendahara dan Wabend) secara bulanan, Rapat Pleno (Pengurus Harian plus Biro-biro) per tiga bulan, Doa Syukur Bulanan, Forum Bersama (Forbes) seluruh fungsionaris Pengurus DPD GPPMP Sulut dengan para senior (Wanhat, Wanbin, Pinisepuh/Wanhor) enam bulanan.
Selain itu, pengangkatan Pjs Ketua DPD GPPMP Sulut, Ferry Rende dan Ketua Harian, Renata Ticonuwu, Penyempurnaan Struktur DPD GPPMP Sulut dan seluruh DPC GPPMP se-Sulut, pendirian minimal lima Kompi Komando Penegak Merah Putih (Kogamtih), yakni satu kompi 100 personel, pembentukan Pengurus Kecamatan hingga desa dan kelurahan (hingga level basis), penyesuaian ‘job description’ berdasarkan AD/ART, Pembentukan Tim-tim Kerja (Timker) sesuai program aksi (PA), juga Penunjukan Tim Gabungan DPP bersama DPD GPPMP Sulut untuk Pendirian ITF.
Pertemuan itu kemudian diwarnai ‘sharing’ dengan seluruh peserta serta mendengarkan penyampaian beberapa urusan teknis organisasi oleh Pjs Ketua DPD GPPMP Sulut dan Ketua Harian, dengan dimoderatori Wasek DPD GPPMP Sulut, bung Heinrich Warouw.
Berikut para peserta dan kontributor konsolidasi GPPMP Sulut di Kobong “Tu’ur Wowis” tersebut:
Ketum DPP GPPMP, Jeffrey Rawis, Pjs Ketua DPD GPPMP Sulut, Ferry Rende, Ketua Harian DPD GPPMP Sulut, Renata Ticonuwu, Wakil Sekretaris (Wasek), Heinrich Warouw, dua Wakil Ketua Tim Satkersus DPD GPPMP Sulut, Herdie Togas dan Ferry Keintjem.
Selanjutnya, Ketua DPC GPPMP Minahasa, Jemmy R Saerang bersama Sekretarisnya, Servy Rawis, Ketua DPC GPPMP Tomohon, Juddie Turambi, Ketua DPC GPPMP Manado, Sonny Pangkey dan Sekretarisnya.
Berikutnya, Wakil Ketua (Waket) DPD GPPMP Sulut, masing-masing, Bode Talumewo, Christian Rawis dan Lucky Ch Sanger. Juga para Wasek DPD GPPMP Sulut, yakni Nova Wowor, Albert Tewu, Denny Rompas dan Stenly Pakasi.
Sejumlah fungsionaris juga memberi kontribusi pemikiran kendati berhalangan hadir, yakni Ketua Tim Satkersus DPD GPPMP Sulut, Inyo Rumondor, para Wakil Ketua, yakni Rizal Layuck dan Benny Kalonta, serta Wasek Tim Satkersus DPD GPPMP Sulut, Fanny Waworundeng.
Selain itu para Waket DPD GPPMP Sulut, yaitu Voucke Lontaan, Steven Voges, dan jajaran Wasek seperti Lidya Rangingisan, Deddy Roeroe, Bob Kamagi, Haris Vandersloot, serta Wakil Bendahara DPD GPPMP Sulut, Nixon Lowing.
Dari lingkup DPC GPPMP yang juga mendukung, ada Ketua DPC GPPMP Talaud, Mochtar Parapaga, Ketua (Non Aktif) DPC GPPMP Bitung, Iten Kojongian dan Pjs Ketua, Peter Manusama dan Wakil Ketuanya, James Lumenta. Berikutnya Ketua DPC GPPMP Mitra, Joody Bolung, Wakil Ketua DPC GPPMP Minsel, Mariano Kani dan Sekreetaris, Andries Pattyranie, serta Ketua DPC GPPMP Minut, Mark L Wantania. (Tim)