BENDERRAnews, 24/4/19 (Jakarta): Partai Demokrat merasa pihaknya menjadi korban politik identitas yang dimainkan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Demikian dinyatakan Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief.
Dia mengklaim, banyak suara dari pemilih nonmuslim di sejumlah provinsi lari ke partai lain.
Merujuk dari hasil quick count sejumlah lembaga survei, perolehan suara Demokrat secara nasional berkisar di angka delapan persen. Padahal, Demokrat memasang target perolehan suara sekitar 11 persen.
“Partai Demokrat merasa menjadi korban politik identitas. Suara nonmuslim di Papua, Bali, Sumatra Utara, dan NTT migrasi,” tutur Andi kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Kamis (18/4/19) lalu.
Sebelumnya di Surabaya, Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai DemokratAgus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyinggung soal fenomena polarisasi masyarakat yang makin terasa jelang Pemilu 17 April, karena ulah sejumlah pihak yang menggunakan narasi politik identitas.
“Sikap saling tuding antar kelompok yang menggunakan narasi identitas seperti, antara pro kebinekaan dan pro Islam, pro NKRI dan pro khilafah, atau pro Pancasila dan anti Pancasila. Seolah kian merenggangkan hubungan kita sebagai sesama anak bangsa,” katanya.Penggunaan narasi-narasi yang bisa memicu polarisasi itu, menurut AHY, sudah terjadi sejak lama. Bahkan sejak Pilpres 2014 dan Pilkada DKI Jakarta 2017 lampau.
Titah SBY
AHY mengatakan, ayahnya yang juga Ketua Umum Partai Demokrat sudah memberikan titah kepada seluruh kader partai untuk senantiasa berkomitmen pada empat pedoman dasar. Yakni, menjaga NKRI, merawat kebinekaan, menegakkan keadilan, serat mengutamakan rakyat,
“Dalam suratnya, pak SBY menyampaikan pesan kepada kita, agar berjuang untuk Indonesia senantiasa menceminkan inclusivenesss atau melibatkan dan mengayomi seluruh komponen bangsa dengan sesama Indonesia untuk semua agar mencerminkan keberagaman, kemajemukan dan persatuan unity in diversity, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi tetap satu jua,” tandasnya
SBY, kata dia, juga telah mengingatkan, calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terpilih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh.
Sebaliknya, jika pemimpin tersebut mengedepankan politik identitas, atau gemar menghadapkan identitas satu dengan yang lain, dan menarik garis pembeda yang tebal antara kawan dan lawan, maka hampir dipastikan itu adalah pemimpin rapuh.
“Kita semua berkeyakinan, baik Pak Prabowo Subianto dan Pak Joko Widodo bukanlah calon pemimpin yang berniat untuk membentur-benturkan identitas masyarakatnya sendiri. Kita sendiri semua yakin keduanya juga memiliki komitmen untuk senantiasa menjaga keutuhan bangsa,” katanya kagi.
Berdampak negatif
Sedangkan Andi menekankan soal siasat politik identitas yang dimainkan selama ini memberi dampak negatif kepada Demokrat.
Andi menilai, bukan hanya Demokrat yang harus menanggung dampak dari permainan politik identitas selama ini. Dis3butnya, Gerindra juga terkena dampak yang sama, sehingga tidak memperoleh suara yang memuaskan. Padahal, Gerindra mengusung Ketua Umumnya, yakni Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
“Bukan hanya Demokrat yang jadi korban isu identitas, tetapi Gerindra juga enggak sadar kehilangan suara dari coat-tail effect,” tutur Andi.
“Kami akan menatap masa depan,” tutur Andi, yang pernah terjerat kasus sabu ini.
Pihak BPN Prabowo-Sandi sendiri belum menanggapi pernyataan Andi.
Hasil quick count Litbang Kompas, dengan jumlah suara yang masuk mencapai 87 persen, menyatakan, Partai Demokrat meraih 8,03 persen suara atau berada di peringkat tujuh.
Hasil quick count Indo Barometer, dengan jumlah suara yang masuk mencapai 91,58 persen, menunjukkan Partai Demokrat ada di peringkat ketujuh dengan capaian 7,63 persen suara.
Senada, hasil quick count LSI Denny JA menunjukkan Demokrat ada di rengking ketujuh dengan capaian suara 6,80 persen. (B-CNN/jr)