BENDERRAnews, 12/4/19 (Jakarta): Jenderal TNI Pur AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara mengingatkan masyarakat hati-hati dengan para pendukung khilafah yang sudah berubah menjadi musang berbulu domba menjelang Pemilu Serentak 2019.
Sebelumnya, kata Hendropriyono, mereka berteriak memperjuangkan khilafah, tetapi sekarang seolah-olah mendukung Pancasila.
“Yang tadinya khilafah sekarang Pancasila itu kan namanya musang berbulu domba. Ya mudah-mudahan rakyat kita mikir lah,” ujar Hendropriyono seusai memberikan kuliah Filsafat Intelijen di Sekolah Tinggi Hukum Militer, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (12/4/19).
Hendropriyono menegaskan, Pilpres 2019 merupakan pertarungan antara ideologi Pancasila dan khilafah. Karena itu, kelompok pendukung khilafah dan Hizbut Tahir Indonesia yang secara organisasi sudah dibubarkan oleh pemerintah, memanfaatkan momen Pemilu 2019 untuk meraih kekuasaan serta mendapatkan pengakuan.
“Jadi saya katakan sinyalemen bahwa Pemilu ini adalah pertarungan ideologi Pancasila dengan khilafah,” tandasnya.
Namun, Hendropriyono menuturkan, bukan berarti dirinya menuduh kubu Capres-Cawapres yang satu dukung Pancasila dan yang lain dukung khilafah. Dia tidak mengacu pada orang yang bertarung di Pilpres, tetapi lebih pada ideologi.
“Itu sama sekali bukan maksud saya Pak Jokowi bertarung dengan Pak Prabowo yang satu Pancasila yang satu tidak Pancasila, bukan, saya tidak pernah ngomong (begitu),” tegasnya, seperti diberitakan Suara Pembaruan.
Gali lubang sendiri
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini juga menegaskan, pelaksanaan Pemilu serentak 2019 tidak akan rusuh atau chaos. Disebut Hendropriyono, pembuat rusuh Pemilu bakal menggali lubang sendiri.
“Orang yang mengancam-ancam mau membikin chaos, itu kan ada orang itu, saya juga baca. Dia itu menggali lubang sendiri,” kata Hendropriyono, seusai memberikan kuliah Filsafat Intelijen di Sekolah Tinggi Hukum Militer, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (12/4/19).
Hendropriyono menegaskan juga, TNI atau Polri tidak mungkin membiarkan para provokator membuat rusuh pPemilu 2019. Apalagi, katanya, mayoritas masyarakat Indonesia terdiri dari warga yang cinta damai dan toleran.
“Tentara dan polisi itu siap selalu untuk mengamankan rakyat, karena hukum yang tertinggi adalah keselamatan rakyat. Itu yang harus dipegang, hukum lain itu di bawah,” tandasnya, seperti dilansir BeritaSatu.com.
Mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu mengatakan, setiap anggota TNI masih terikat kepada sumpah prajurit dan sapta marga. Dengan itu, kemungkinan terjadinya chaos sangat sulit. Hal itu terbukti sampai saat ini tak ada konflik signifikan selama gelaran (kampanue) Pemilu 2019 berlangsung.
“Tidak mungkin dalam keadaan seperti ini tentara akan diam saja. Jadi masyarakat enggak usah khawatir, sebelum dan sesudah pemilu ada keributan itu tidak mungkin,” tambahnya.
Hendropriyono hanya mengingatkan, chaos itu berawal dari penyebaran hoax. Disebutnua, masyarakat sebenarnya juga bisa berperan melawan penyebaran-penyebaran hoax itu.
“Chaos itu bisa karena hoax. Dan ini hanya masyarakat sendiri yang bisa meredam. Hoax-hoax ini terus menerus berkeliaran menjelang Pemilu. Tolong masyarakat bisa segera memisahkan-misahkan mana yang benar dan mana yang hoax,” ujarnya.
Hendropriyono mengakui, dalam penyelenggaraan Pemilu ini aparat termasuk tentara harus bersikap netral. Namun, jika ada yang melawan Pancasila, menurutnya, tentara tak boleh netral.
“Meskipun untuk Pemilu ini memang kita mesti netral, tapi kalau menghadapi musuhnya Pancasila, tidak ada netral. Tentara, polisi, dan siapa saja seluruh rakyat Indonesia harus berdiri di Pancasila,” demikin Hendropriyono tandas. (B-SP/BS/jr)