BENDERRAnews, 6/2/19 (Jakarta): Langkah hebat berhasil dilakukan Kabinet Kerja di bawah pimpinan Presiden Jokowi. Yakni, merealisasikan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau MLA antara Pemerintah Indonesia dengan Swiss yang terdiri dari 39 pasal.
“Di antaranya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan yang disimpan di bank-bank Swiss. Ruang lingkup bantuan hukum timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta. Ri gkasnya, Swiss setuju RI mengecek uang-uang, termasuk yang ‘haram’ milik WNI di sana,” ujar peneliti senior ekonomi politik Institut Studi Nusantara (ISN), Selvijn Ellias, di Jakarta, Rabu (6/2/19).
Disebutkan, Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) yang ikut ditandatangani Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly, atasnama Pemerintah RI, ini juga dapat digunakan memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud). Yakni sebagai upaya Indonesia, dan memastikan warga negara atau badan hukum tidak melakukan kejahatan perpajakan. Atas usulan RI, perjanjian ini juga menganut prinsip retroaktif.
Prinsip itu memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Apalagi, Swiss acapkali diasumsikan sebagai salah satu negara tempat aman menyimpan aset hasil kejahatan dari negara lain termasuk Indonesia.
“Bongkar semua uang ‘haram’ yang disimpan di sana, termasuk dati era pra reformasi,” tandasnya.
Koruptor gemetar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik ditandatanganinya Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik antara Pemerintah RI dan Swiss di Bernerhof Bern, Senin (4/2/19).
Dengan perjanjian itu, KPK dapat lebih mudah bertukar informasi keuangan dengan otoritas di Swiss. Perjanjian ini akan membuat koruptor dan pengemplang pajak gemetar.
“KPK menyambut baik MLA Indonesia dan Swis karena dengan adanya MLA ini pertukaran informasi keuangan dan perpajakan antara Indonesian Swiss akan lebih gampang pertukarannya,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif kepada BeritaSatu.com di Jakarta, Rabu (6/2/19).
Dengan MLA, Syarif meyakini koruptor dan pengemplang pajak di Indonesia tak bisa lagi leluasa menyimpan uang dan aset hasil kejahatan mereka di Swiss. Hal ini lantaran aparat penegak hukum, termasuk KPK dapat dengan mudah menelusuri aset dan uang ilegal tersebut.
“Para koruptor atau pengemplang pajak tidak akan lagi leluasa menyimpan uang hasil kejahatan di Swiss karena akan gampang ditelusuri oleh aparat penegak hukum oleh kedua negara,” katanya.
Dilacak dan dibekukan
Hal senada dikatakan Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang. Ditegaskan, MLA memudahkan KPK dan aparat penegak hukum di Indonesia lainnya menelusuri aset dari hasil tindak pidana di luar negeri. Bahkan tak hanya di Swiss, tetapi juga di sejumlah negara lain yang telah menandatangani MLA dengan Indonesia.
“Seberapa besar aset hasil tindak pidana yang disimpan Diluar negeri termasuk Swiss untuk kemudian dilacak, dibekukan, dirampas dan dikembalikan ke dalam negeri lewat instrumen MLA ini telah dilakukan NKRI dengan puluhan negara dimana dengan nya bantuan hukum dapat di-clear and cut-kan,” katanya.
Untuk itu, yang dibutuhkan saat ini ialah komitmen aparat penegak hukum untuk memanfaatkan MLA dalam proses penegakan hukum, termasuk terkait korupsi. Menurutnya, pemanfaatan MLA jauh lebih penting untuk dilakukan.
“Sejauh mana semua pemangku kepentingan terkait melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan pidana perpajakan dengan instrument ini itu yang menarik didiskusikan lebih dahulu. Sudah pasti MLA ini barang bagus untuk digunakan kalau kita semua mahir menggunakannya, di mana di belakangnya semua adalah big data anda seperti apa, bagaimana anda melakukan share the value,” kata Saut Situmorang. (B-BS/jr — foto ilustrasi istimewa)