BENDERRAnews, 13/12/18 (Jakarta): Ternyata, efek ekor jas atau coat-tail effect dari pasangan Capres dan Cawapres di Pemilu 2019 hanya dialami secara signifikan oleh empat partai politik, yakni Partai Gerindra, PDI-P, PKS dan PKB.
Demikian pernilaian Direktur Eksekutif ‘Charta Politika’, Yunarto Wijaya, dan menurutnya, ini disebabkan karena keempat Parpol ini memang mengusung Capres-Cawapres atau partainya diasosiasikan dengan salah satu kandidat.
“Harus diakui bahwa efek ‘ekor jas’ di Pemilu 2019 hanya dialami oleh empat partai yang mengusung capres-cawapres atau partainya diasosiasikan dengan kandidat tertentu,” ujar Yunarto di Jakarta, Kamis (13/12/18).
Yang mendapat keuntungan elektoral besar, kata Yunarto ialah Partai Gerindra. Pasalnya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno merupakan kader Partai Gerindra. Dan Prabowo diasosiasikan kuat dengan Gerindra.
PKS, menurutnya, juga mendapatkan efek ‘ekor jas’ dari pasangan Prabowo-Sandi. Karena empat tahun berjalan, Parpol ini mampu mengasosiasikan dirinya dengan Prabowo. Khususnya pendukung Prabowo yang agamais.
“PAN dan Partai Demokrat kemungkinan hanya mendapatkan efek ‘ekor jas’ yang kecil. Bahkan semakin mereka bekerja untuk Prabowo-Sandi, justru Gerindra yang mendapatkan keuntungan,” ungkapnya.
Selain Gerindra-PKS, lanjut Yunarto, PDI-P dan PKB juga mendapat efek ‘ekor jas’ yang signifikan. Pasalnya, Jokowi merupakan kader PDI-P dan diasosiasikan kuat dengan Parpol ini. Sementara KH Ma’ruf Amin diasosiasikan dengan PKB.
“Partai-partai pengusung Jokowi-KH Ma’ruf Amin yang lain hanya mendapatkan sedikit efek ‘ekor jas’,” tutur dia.
Karena itu, menurut Yunarto, tak heran jika partai-partai pengusung capres-cawapres lebih fokus bekerja untuk memenangkan partainya. Partai-partai yang tak mendapatkan efek ekor jas, kata dia, akan membiarkan kadernya yang menjadi caleg untuk bekerja secara pragmatis demi mendapat suara.
“Di daerah-daerah pemilihan yang keras, seperti Sumatera Barat, partai pengusung Jokowi-Ma’ruf tidak akan memaksa para calegnya membela mati-matian Jokowi karena di situ basis lawan. Begitu juga sebaliknya, PAN dan Demokrat tidak akan memaksa para calegnya all out mendukung Prabowo-Sandi di basis-basis Jokowi-Ma’ruf seperti Papua,” ujarnya seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
PSI yakin dapat
“Caranya, kami konsisten memperjuangkan dan menyuarakan nilai-nilai yang selama ini diberantas Pak Jokowi, yakni anti korupsi dan anti intoleransi. Dengan ini, lama-kelamaan, masyarakat pemilih akan mengidentikkan PSI dengan Jokowi,” ujar Antoni di Jakarta, Kamis (13/12/18).
PSI, lanjut Antoni, menilai Jokowi merupakan figur yang mempunyai elektabilitas tinggi karena kinerja dan komitmennya dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan pemberantasan korupsi. Disebutnya, dukungan kepada Jokowi, pada akhirnya bisa berdampak besar terhadap PSI.
PSI, menurut Antoni, menilai Jokowi merupakan figur yang mempunyai elektabilitas tinggi karena kinerja dan komitmennya dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan pemberantasan korupsi. Menurut dia, dukungan kepada Jokowi, pada akhirnya bisa berdampak besar terhadap PSI.
“Secara teknis, kami juga meminta para caleg PSI untuk bekerja memenangkan Jokowi-Ma’ruf dan PSI sekaligus. Di alat peraga kampanye, kita minta mereka (caleg) memasang foto bersama Jokowi,” ungkapnya.
Antoni juga merasakan, di tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf juga mempunyai pengalaman yang sama, yakni yakin akan mendapatkan efek ekor jas dari dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf. Dampaknya, menurutnya, masing-masing partai pendukung all out untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin dan partai masing-masing.
“Karena itu, kita di TKN masih solid bekerja. Justru riak-riak perpecahan itu terjadi di kubu Prabowo-Sandi, mulai dari kasus jenderal kardus, Partai Demokrat yang mempersilahkan kadernya dukung Jokowi sampai dengan kader-kader PAN di daerah yang dukung Jokowi-Ma’ruf,” katanya lagi.
Belum dapat signifikan
“Ada efek ekor jasnya, walaupun belum terlampau besar. Kita yakin akan mendapatkan itu ke depannya,” ujar Suhud di Jakarta, Kamis (13/12/18).
Yang memperoleh dampak paling besar (coattail effect) dari sistem pemilu yang digabung antara Pilpres dan Pileg, kata dia, adalah partai yang memilki capres atau cawapres. Sementara partai pengusung lain tentu mendapatkan dampaknya, tetapi tidak terlalu besar.
“Bersamaan itu, masing-masing partai juga mendapatkan ‘ancaman’ parliamentary threshold atau PT 4 persen yang harus dilewati. Jadi, di satu pihak harus bekerja untuk pilpres dan di lain pihak bekerja untuk pileg,” tandasnya.
Di tengah kenyataan seperti itu, pihaknya yakin bahwa semua partai koalisi pengusung dan pendukung memiliki komitnen kuat untuk memenangkan pasangan Prabowo-Sandi.
“Jadi, kami harus memadukan antara perjuangan memenangkan Pilpres dengan Pileg. Caranya dengan mensinergikan kampanye presiden dengan kampanye para calon anggota legislatif masing-masing partai. Kami kira di masa kampanye nanti akan terlihat polanya,” jelasnya.
Yang jelas, ujar Suhud, pihaknya tetap mengoptimalkan kampanye capres-cawapres. Pasalnya, 80 persen perhatian masyarakat lebih ke pemilu presiden.
“Karena itu, kami tetap mengoptimalkan kampanye capres-cawapres khususnya kampanye Pak Sandi yang sudah terasa efek ekor jasnya untuk PKS,” demikian Suhud Alynudin. (B-BS/jr)