BENDERRAnews, 27/11/18 (Jakarta): Jika Anda ‘berlayar’ di berbagai media sosial kini, pasti akan mendapat fakta, tuntutan desakan mundur Edy Rahmayadi dari Ketua Umum PSSI semakin menguat.
Tetapi, ini sesungguhnya bukan di media sosial (Medsos) saja. Sebab, ada fakta di lapangan, suporter bahkan sudah berani meneriakkan yel-yel “Edy outi” pada beberapa iven sepakbola tanah air.
Kenapa demikian?
Hal itu dikarenakan suporter menilai buruknya prestasi timnas di Piala AFF 2018 dan sosoknya yang sering mengutarakan pernyataan yang asal bunyi saja.
‘Blunder’ massal
Pengamat sepakbola Akmal Marhali menilai, kegagalan Timnas Indonesia merupakan buah karya dari ‘blunder massal yang dilakukan pengurus PSSI.
Kegagalan ini harusnya membuat introspeksi, bahkan kalau perlu pengurus PSSI menyatakan mundur sebagai bentuk tanggung jawab.
“Kalau mau tegas ya bubarkan PSSI, bentuk federasi baru lalu install kembali. Caranya semua anggota PSSI termasuk klub-klub buat mosi tidak percaya kepada lembaga pimpinan Edy ini. Jangan bermimpi di level yang lebih tinggi Asia dan dunia, kalau di regional saja tak bisa dipersiapkan dengan matang,” katanya ketika dihubungi Senin (26/11/18) seperti dilansir Suara Pembaruan dan ‘BeritaSatu.com’.
Koordinator Save Our Soccer (SOS) itu mengakui, prestasi itu datang karena dipersiapkan dan bukan sebatas slogan yang diucapkan dengan persiapan asal-asalan.
Benahi hulunya
Senada dengan itu, pengamat sepakbola Rayana Djakasurya menegaskan jika sepakbola nasional kita ingin maju di tingkat internasional, hulunya ini harus dibenahi yakni PSSI. Ada baiknya bubarkan kepengurusan PSSI saat ini dan ganti dengan yang benar-benar baru.
“Jangan ada lagi orang-orang lama yang saat ini masih bercokol didalamnya. Lihat saja, kepengurusan era sebelumnya, orangnya itu lagi itu lagi pengurus di dalamnya. Meski berganti ketua umum PSSI saja. Mereka seakan menggurita di dalamnya,” ungkap Rayana.
Selain skuat Garuda Indonesia yang gagal di Piala AFF dan Piala Asia, pelatih Timnas yang berkualitas seperti Luis Milla asal Spanyol pun tak mampu dipertahankan karena, menurut Rayana, bobroknya PSSI yang dinilai tidak becus dan tidak profesional mengurus sepakbola Indonesia.
Diserang empat penjuru
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Gusti Randa mengatakan pihaknya seperti diserang dari empat penjuru mata angin terkait tuntutan suporter Timnas Indonesia yang meminta Edy Rahmayadi mundur dari jabatan sebagai Ketua Umum. Diakui PSSI sangat sadar dan tidak menutupi adanya tuntutan agar Edy mundur.
Tuntutan yang juga disertai dengan tanda pagar #EdyOut itu sempat viral di media sosial. Sejumlah poster bertuliskan #EdyOut juga tampak ketika Timnas Indonesia menghadapi Filipina pada laga terakhir Grup B Piala AFF 2018 di Stadion Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu (25/11/18). Yel-yel ‘Edy Out’ juga sempat terdengar dari tribun penonton.
Kondisi itu disebut Gusti menjadi salah satu pembahasan di rapat Exco PSSI, Minggu (25/11/18). Gusti mengatakan Exco PSSI merasakan tekanan luar biasa menyusul hasil buruk yang didapat Timnas Indonesia di Piala AFF 2018.
“Karena PSSI dapat atensi negatif dari empat arah mata angin. Pertama dari Selatan, publik ini sudah muak dengan PSSI, betul tidak? Lalu dari Utara ada tekanan, bisa dilihat pemerintah gesturnya sudah marah ke PSSI. Dari kiri-kanan media pun menekan ini. PSSI pun harus punya sikap,” ujar Gusti.
Ia mengakui sejak Edy menjabat sebagai Gubernur Sumut sulit diajak berkomunikasi. Soal rangkap jabatan pun sudah pernah dibahas, tapi yang bersangkutan tidak pernah hadir dalam rapat.
“Masalah rangkap jabatan? Exco cuma bisa menyarankan, tapi orangnya (Edy) tidak ada. Kemudian masalah waktu, tapi bagaimana bisa dibicarakan kalau ketumnya tak ada,” kata Gusti.
#edyout di charge.org
Salah satu penggagas petisi #edyout di charge.org, Emerson Yuntho menyatakan, banyak hal yang membuat prestasi sepakbola Indonesia jalan di tempat. Mulai dari pengelolaan timnas yang tak profesional dan bermartabat, pengelolaan kompetisi yang dipenuhi pengaturan skor, pengaturan juara, pengaturan promosi sampai kepada rangkap jabatan di PSSI yang menghadirkan conflict of interest.
“Benturan konflik kepentingan. Banyak pengurus PSSI yang rangkap jabatan membuat roda organisasi PSSI tidak berjalan dengan baik. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi rangkap jabatan sebagai Gubernur Sumatera Utara, pemilik saham PSMS Medan dan pembina PS Tira, dua tim yang saat ini berjuang di zona degradasi. Belum lagi, pengurus lainnya yang juga menjadi pemilik saham di klub Persija, Arema, Bali United dan lainnya. Rangkap jabatan harus segera dicarikan solusi,” jelasnya.
Untuk itu, pengurus PSSI diminta memilih salah satu agar PSSI bisa fokus membangun prestasi. Profesional bermartabat jangan lagi hanya sebatas jargon. Kegagalan timnas senior di Piala AFF harusnya jadi evaluasi dan renungan.
“Sudah waktunya pengurus PSSI yang gagal mundur agar sepakbola kita tidak jalan di tempat. Benang yang kusut harus diurai. Bila sudah sulit pilihan terbaik adalah buang benang kusutnya dan ganti dengan benang yang baru agar bisa menyulam kain yang punya nilai tinggi,” ujar Emerson Yuntho. (B-SP/BS/jr)