BENDERRAnews, 13/11/18 (Wellington): Kini makin banyak saja aspirasi yang menghendaki adanya penyerdahanaan Pilkada atau Pemilu serentak di Indonesia, karena dinilai terlalu mahal serta sangat beresiko timbulkan berbagai masalah (hukum).
Sesudah DPP Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lewat Ketua Dewan Pakar-nya, Theo L Sambuaga melontarkan hal ini pada sebuah forum seminar organisasi tersebut, muncul lagi gelaran Diskusi Publik (dalam rangkaian Rakernas, Red) oleh DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) untuk maksud yang sama.
Kedua Ormas nasional ini secara terpisah mengangkat sebuah usulan konkret, sebaiknya cukup Pemlu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Gubuernur (Pilgub) saja yang dilakukan langsung serta serentak. Sementara Pemilu Bupati (Pilbup) dan Pemilu Walikota (Pilwako) atau Pemilu Kepala Daerah (Pilkada), cukup dilakukan lewat lembaga DPRD setempat.
Ternyata, hal ini juga telah menjadi salah satu fokus dari DPR RI di bawah pimpinan Ketuanya, Bambang Soesatyo.
Ketua DPR RI ini malahan sudah diundang sebagai salah satu Nara Sumber (Narsum) utama pada diskusi publik tersebut, bersama unsur pimpinan MPR RI, pimpinan DPD RI, serta Dirjen Otonomi Daerah (Otda), juga beberapa Narsum kredibel lainnya, termasuk Theo L Sambuaga, Prof Gayus Lumbuun dan unsur penggiat Pemilu, Jeirry Sumampouw.
DPP GPPMP segera menggelar perhelatan itu di Surabaya, Jawa Timur, yang juga menghundang sejumlah pakar dan gubernur serta bupati/walikota.
Malah dan timbulkan gesekan
Bamsoet, demikian panggilan populernya, mengungkapkan, pihaknya berencana meninjau kembali Pilkada langsung dan Pemilu serentak. Langkah ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas Pemilu, mengurangi konflik horizontal, dan politik biaya tinggi.
“Pilkada langsung terlalu mahal dan acap menimbulkan gesekan di masyarakat,” kata Ketua DPR RI yang juga Politisi Partai Golkar ini, dalam dialog dengan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di KBRI Selandia Baru, di Wellington, Sabtu (10/11/18) lalu.
Untuk itu, UU Pemilu akan direvisi agar Pemilu benar-benar menjadi pesta demokrasi yang murah dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi masa depan bangsa dan negara.
Bambang mengakui Pilkada langsung sudah banyak memicu masalah akibat besarnya biaya. Sedangkan pemilu serentak membingungkan pemilih. Pada Pemilu serentak April 2019, rakyat harus mencoblos di lima kertas suara, yakni lembaran pemilihan presiden (Pilpres), serta lembaran pemilihan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Kalau lembaran Pilpres masih lumayan, hurufnya besar. Tapi empat kertas suara lainnya kecil-kecil, dan bisa membingungkan,” ujar Bamsoet, seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Akbar Faisal berpendapat, persoalan pokok bukan di pemilih melainkan partai politik (Parpol).
“Jika kualitas Parpol masih seperti sekarang, pemilu tetap sulit memberikan hasil yang diharapkan,” demikian Akbar Faisal. (B-SP/BS/jr)