BENDERRAnews, 7/10/18 (Jakarta): Semua jajajaran pro Merah Putih dalam keluarga besar NKRI, harus terus diingatkan, tentang masih adanya ancaman serius terhadap ideologi bangsa Indonesia, Pancasila.
Saat ini, ideologi kita ini menghadapi dua ancaman besar, yakni terorisme dan ekstremisme. Dua ancaman itu semakin mengkhawatirkan. Karena itulah, segenap rakyat Indonesia harus menjaga nilai-nilai Pancasila, sehingga tetap kuat sebagai pegangan hidup bernegara.
Hal itu terungkap dalam Pelatihan Juru Bicara Pancasila yang diselenggarakan di Banda Aceh, Aceh, pada 5-8 Oktober 2018.
Imam Malik, salah satu pembicara mengatakan, perubahan pola terorisme saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kasus bom Surabaya mengagetkan banyak pihak, yakni sudah sedemikian jauh doktrin yang dikembangkan para teroris sehingga bisa melibatkan anak kecil dan seluruh keluarga dalam melakukan tindak terorisme.
Pada dasarnya, tujuan utama terorisme bukanlah membunuh korbannya sebagai sasaran. “Tujuan utamanya adalah menebar ketakutan,” ujar Malik.
Logikanya kacau
Ia menambahkan, selain terorisme, Pancasila saat ini juga diancam ideologi ekstremisme. “Ideologi ini menurut saya kacau balau logikanya,” ungkap Malik.
Disebutnya, ekstremisme memiliki cara berpikir sangat berbeda dan cenderung memaksakan kebenaran yang mereka yakini. Saat ini, di media sosial, ribuan orang mau memberikan jempol virtual kepada orang yang menghujat orang lain. Kini, Indonesia digerogoti budaya tidak saling suka seperti itu.
“Tugas kita di sini untuk menjaga Pancasila dari budaya tidak saling suka tersebut,” kata Malik yang menyampaikan materi berjudul “Rumah Bersama Bernama Indonesia” kepada para peserta.
Dikatakan, Pancasila harus dikampanyekan seluas-luasnya agar kesadaran berbangsa terjaga. Agar Indonesia sebagai rumah bersama bisa dirawat selamanya.
Komunitas Bela Negara
Pelatihan Juru Bicara Pancasila itu diselenggarakan oleh Komunitas Bela Indonesia (KBI). Sebanyak 40 peserta dari berbagai latar belakang mengikuti pelatihan tersebut. Peserta diseleksi ketat dari hampir 200 orang yang mendaftar secara online.
“Ternyata antusiasme masyarakat Aceh terhadap tema Pancasila sangat tinggi,” ujar Affan Ramli, panitia lokal yang menjadi rekanan KBI di Aceh, sebagaimana rilis yang dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Pelatihan mengacu pada buku panduan yang telah dipersiapkan yakni buku berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia yang ditulis oleh Denny JA dan Tim. Terbitnya buku itu adalah bagian dari ikhtiar untuk mengkampanyekan Pancasila seluas-luasnya.
Kegiatan di Aceh ialah rangkaian dari penyelenggaraan Pelatihan Juru Bicara Pancasila yang dilaksanakan di 25 provinsi. Sebelumnya, KBI telah melaksanakan pelatihan Juru Bicara Pancasila di lima kota yakni Bogor, Banten, Palu, Ambon, dan Palangkaraya.
Salah satu peserta yang terjaring adalah Rahmat Razi Aulia, peserta paling muda yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai Pengguna Media Sosial Terbijak 2017-2018 oleh Pegiat Media Sosial, Defna Nobirianto Putra. Ia nampak bersemangat mengikuti forum yang dianggapnya sangat penting ini.
“Orang sudah lupa dengan nilai-nilai dalam Pancasila. Kita harus mengubah mindset dalam memahami Pancasila, terutama anak-anak muda. Pancasila harus menjadi pegangan hidup,” kata Razi.
Sikap DPP GPPMP
Menanggapi kekhawatiran tentang munculnya anasir-anasir baru, yakni terorisme dan ekstremisme, selain yang sudah pernah ada serta nyata-nyata melakukan aksi menggoyang ideologi Pancasila (seperti peristiwa pemberontakan PKI Madiun, DI TII dan pergolakan kedaerahan), menurut DPP GPPMP, menuntut Pemerintah bersama aparat keamanan juga seluruh rakyat tidak terlena.
“Jiwa-Semangat-Nilai (JSN) ideologi, konstitusi, Sumpah Pemuda, Merah Putih dan seterusnya yang menjadi simbol kebangsaan NKRI, harus tetap jadi urusan tak pernah henti untuk dikobarkan, digelorakan, diaplikasikan dalam kehidupsn sehari-hari,” tegas Ketua Bidang Pertahanan dan Bela Negara DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP), Wency Mangindaan.
Ia menambahkan, penting juga diatensi serius pergerakan antek-antek perusak keutuhan NKRI dan keteguhan kita terhadap ideologi Pancasila melalui jaringan-jaringannya yang sudah berhasil dibentuk di BUMN, bahkan di kementerian serta lembaga negara (K/L), selain di kampus-kampus perguruan tinggi tertentu.
“Kita simak saja di media sosial, ada pihak-pihak tertentu atau individu yang ternyata dosen, birokrat di K/L, profesional di BUMN yang sering ikut mainkan isu-isu berbau atau bernusnsa akrab dengan dua sncaman terbaru tadi. Juga sering mem-‘posting’ atau men-‘share’ hal-hal tak terklarifikasi (terkadang ‘hoax’ juga fitnah) yang menyudutkan, memecah belah, membakar emosi kebencian dll, yang jauh dari JSN yang kita anut,” paparnya.
Bahkan, lanjutnya, tak jarang di lapangan ada Ormas atau komunitas lebih menonjolkan simbol-simbol asing ketimbang mengibarkan bendera Merah Putih, saat beraksi. “Ini hanya contoh kecil. Dan bila semua hal tadi terus dibiarkan, semakin lama mengancam identitas kita sebagai bangsa yang rakyatnya sangat menghargai kebersamaan, persaudaraan, kekeluargaan, gotong royong, dan seterusnya sebagai pengejawantahan ideologi Pancasila”.
“Satu hal lagi, kita juga harus tetap pegang teguh ikrar bersama lewat Sumpah Pemuda, dimana kita sudah bersumpah sebagai satu keluarga bangsa yang terdiri atas berbagai latar suku-ras-golongan-agama/keyakinan uang diikat oleh spirit Bhineka Tunggal Ika, serta tegar bersama dalam satu tanah air nusantara yakni NKRI, ‘bumi Merah Putih’, sekaligus menjunjung, menghormati penggunaan bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia, bukan sok-sok’an gemar ‘pake’ bahasa asing,” tegas Wency Mangindaan. (B-BS/jr)