BENDERRAnews, 4/10/18 (Jakarta): Pihak Direktorat Siber Bareskrim Polri menangkap delapan tersangka penyebar hoax terkait bencana alam. Mereka menyebarkan hoax mulai dari gempa Jakarta, Jawa, Lombok, hingga Palu.
“Perkembangan penanganan hoax kini ada dua orang tersangka lagi. Sehingga saat ini berjumlah delapan tersangka yang ditangkap,” kata Direktur Siber Bareskrim Polri, Brigjen Rachmad Wibowo di Jakarta, Kamis (4/10/18), seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Bareskrim sebelumnya mengidentifikasi 14 akun media sosial (medsos) yang diduga telah menyebarkan berita bohong/berita yang berlebihan atau berita yang tidak lengkap tentang bencana di Sulawesi Tengah dan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berita itu, menurutnya, dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Dari 14 akun tersebut, telah berhasil diamankan delapan tersangka.
Mereka terdiri atas Epi Wariani yang ditangkap di Lombok Timur pada 2 Oktober. Lalu ada Joni Afriadi, dan Uril Unik Febrian yang ditangkap di Sidoarjo, serta Bobby Kirojan ditangkap di Manado.
Adapun yang lain yakni Ade Irma Suryani ditangkap di Jenoponto, Dhany Ramadhany di Jakarta Timur, Martha Margaretha di Surabaya, dan Malini ditangkap di Pekanbaru.
Efek dari hoax memang tidak main-main, khususnya di tempat yang baru terkena musibah seperti di Palu. Warga di sana resah dengan kabar jika Jumat (5/10/18) besok akan ada gempa dan tsunami susulan. “Besok hari Jumat ada gempa besar katanya. Kami mulai berkemas kembali, mau mengungsi lagi ke gunung. Kami takut,” kata Ibrahim warga Palu Barat, Kamis (4/10/18).
Terancam 10 tahun
Secara terpisah, Polri menegaskan, penyelidikan ‘hoax’ penganiayaan Ratna Sarumpaet tetap dilanjutkan. Ancaman pidana bagi penyebar ‘hoax’ yang membuat keonaran maksimal 10 tahun penjara.
Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto menerangkan tim penyelidik akan mengumpulkan keterangan dari sejumlah orang atas penyebaran hoax Ratna Sarumpaet dianiaya. Ratna sendiri sudah mengaku berbohong soal penganiayaan.
“Nah potongan-potongan gambar ini informasi, keterangan adalah barang bukti menjadi gambaran utuh. Nanti kita tahu si A peran apa, si B peran apa, si C peran apa. Tentang ancaman hukumannya kita bisa gunakan ancaman Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 tahun 1946, jabarannya kalau dia buat keonaran atau membuat kegaduhan dengan menyebarkan berita hoax ancamannya 10 tahun. Atau kita bisa gunakan juga dengan UU ITE kalau dia menyebarluaskan dengan teknologi,” ujar Setyo kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (4/10/18) seperti dilansir ‘Detik.com’.
Pemanggilan para saksi menurut Setyo segera dikumpulkan termasuk meminta keterangan Ratna Sarumpaet.
“Pertama yang diungkap kasus penganiayaannya gugur dengan keterangan Polda Jabar yang menyatakan di Jabar tanggal 21 (September) tidak ada kegiatan seminar internasional itu gugur. Ternyata RS memberikan statement dan mengakui bohong,” papar Setyo.
Permintaan maaf Ratna
Sebelumnya Ratna mengaku berbohong mengalami penganiayaan di Bandung. Ratna menyampaikan permintaan maafnya kepada semua pihak. Begini pernyataan lengkap Ratna.
Dalam jumpa pers di rumahnya, Rabu (3/10/18), Ratna menyatakan kebohongan berawal hanya untuk mencari alasan ke anak-anaknya. Sebenarnya, Ratna berkunjung ke rumah sakit untuk keperluan sedot lemak.
“Saya juga meminta maaf kepada semua pihak yang selama ini mungkin dengan suara keras saya kritik dan kali ini berbalik ke saya, kali ini saya pencipta hoaks terbaik ternyata, menghebohkan semua negeri,” ujar Ratna.
Prabowo persilahkan periksa
Selanjutnya, Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto angkat bicara mengenai kebohongan Ratna Sarumpaet tentang penganiayaan. Prabowo, yang telah memberhentikan Ratna (dari tim kampanyenya, Red), mempersilakan proses hukum berkaitan dengan kebohongan itu.
“Kami mempersilakan kalau ada proses hukum yang dilaksanakan. Silakan,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/18) kemarin, seperti dilansir ‘Detik.com’.
Di sisi lain, Prabowo telah mengambil tindakan memberhentikan Ratna. Prabowo mengatakan Ratna dipersilakan mundur.
“Saya meminta maaf kepada publik,” ujar Prabowo.
Polisi juga telah mengambil ancang-ancang berkaitan pengakuan bohong Ratna. Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto mengatakan, dalam hal ini Ratna Sarumpaet tak bisa dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebab, bukan Ratna yang menyebarluaskan hoax itu ke media sosial. Tapi, lanjut Setyo, Ratna bisa dijerat pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Kan dia menyampaikan ke Pak Prabowo, kemudian Rachel Maryam juga itu menggunakan Twitter, Fadli Zon, Dahnil Anzar Simanjuntak. Ini kan sudah di-capture semua.”
Terkait perkara hoax-nya, Setyo menjelaskan, posisi Ratna sebagai saksi saat ini. Polisi pun akan memanggil Ratna untuk dimintai keterangan.
“Ya tetap dipanggil, dimintai keterangan beliau. Saya katakan tadi statusnya masih sebagai saksi. Nanti kita lihat lagi kaitannya dengan konstruksi hukumnya seperti apa, siapa yang dirugikan, siapa yang langgar undang-undang, yang diatur,” jelas Setyo.
“Jika seseorang bercerita kepada temannya, dalam konteks pribadi alias bukan untuk konsumsi publik, tetapi seseorang itu menyebarluaskan hingga meresahkan masyarakat, maka seseorang yang menjadi teman cerita Ratna itu dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum”.
“Nanti harus dilihat dulu ya konteksnya. Seperti saya cerita ke A bukan untuk konsumsi publik, tapi A cerita, ya A yang salah,” tutur Setyo menganalogikan.
Namun jika orang yang menerima dan menyebarkan cerita itu merasa dibohongi dan dirugikan akibat kebohongan itu, orang yang menerima cerita juga dapat melaporkan si pencerita ke polisi.
“Ya bisa saja nanti tersangka satu, tersangka dua,” kata Setyo Wasisto. (B-BS/DC/jr)