BENDERRAnews, 9/8/18 (Jakarta): Mantan Dubes RI untuk Republik Italia dan Tahta Suci Vatikan, August Parengkuan, me-‘warning’ seluruh warga Minahasa, baik di tanah leluhur ‘Toar-Lumimu’ut’ (kawasan Minahasa Raya = Minahasa Induk, Manado, Bitung, Minahasa Selatan, Tomohon, Minahasa Tenggara, Red), maupun kaum Minahassan Overseas = Tou Kawanua = Diaspora Minahasa, di Nusantara maupun mancanegara, Red), seyogianya jangan lagi asal kerja, tapi harus produktif serta disiplin.
“Para leluhur kita sekaliber Dr GSSY Ratu Langie alias Oom Sam Ratulangi, Mr Alex Maramis, Prof Arnold Mononutu, Ibu Walanda Maramis, Arie Lasut, Wolter Mongisidi, Pierre Tendean, dan lain-lain di era masing-masing hingga yang seterusnya dari generasi ke generasi berikutnya telah mengharumkan nama bangsa, diakui dan dihormati Negara dengan gelar-gelar kepahlawanannya. Dan itu semua diperoleh tidak dengan santai-santai aja. Ada perjuangan dan kerja, disertai disiplin tinggi mengejar kemajuan diri yang produktif untuk dipersembahkan kepada bangsa, Negara serta peradaban kemanusiaan,” tutur Jurnalis Senior Harian KOMPAS, di Jakarta, Rabu (8/8/18).
Ini bukti, lanjutnya, mereka tidak cuma ‘jago kandang’, tapi hebat serta tanpa pamrih membela kebesaran merah putih, menanamkan idealisme Pancasila di mana-mana (Wolter Mongisidi di Makassar, Daan Mogot di Jakarta dan Tangerang, Arie Lasut di Yogya, Oom Sam hingga ke Serui, Tanah Papua). Belum lagi para guru, pimpinan keagamaan, dan pemerintahan yang tak kenal lelah mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa plus memajukan kesejahteraan di perantauan.
“Waktunya sekarang Tou MinaEsa, di mana pun dia berdomisili dan diberi aneka talenta serta amanat TUHAN, harus mensyukuri apa yang sudah diteladankan para pendahulu. Jangan lagi ‘asal karja’, cuma santai-santai, ‘baku tunjung pande, baku tunjung jago, baku-baku siku, baku-baku cungkel’…dst. ‘Kase tinggal jo itu’. Sekarang waktunya kerja, kerja keras dan kerja fokus, plus harus ada spirit tangguh didukung disiplin diri untuk berbuat yang produktif bagi sesama, seperti dibuktikan Oom Sam Ratulangi dkk”, paparnya.
Sosok yang ikut membidani kelahiran TV7 (kini Trans7) dan menjadi direksi serta komisaris di lingkup Gramedia Kompas (antara lain Hotel Santika), menitip pesan kepada ‘Minahasa Institute’, agar terus gulirkan spirit kerja keras, disiplin plus produktif di setiap kesempatan. “Lebih semangat lagi lah,” tandas August yang merupakan salah satu Mamelus Tinggi “Minahasa Institute”.
Jadi pioner
Dalam dialog terbatas itu, terangkat pula sejumlah nama besar ‘Tou MinaEsa’ dari masa ke masa yang jadi pioner di bidang masing-masing. Baik itu dar lingkup laki-laki maupun kaum perempuan.
Ada nama Alex Kawilarang (pendiri Komando Pasukan Khusus, kini Kopassus dll), Daan Mogot (pendiri Akademi Militer, yang keharumannya diabadikan sebagai nama jalan terpanjang dari Jakarta Barat hingga Tangerang, Banten, Red), Jeane Mandagie (jenderal perempuan pertama di Indonesia), ‘Madame’ Waworoentoe (walikota perempuan pertsma di Indonesia), Marie Thomas (dokter perempuan pertama Indonesia), Opa Ernst Albert Mangindaan (pelatih sepakbola Indonesia pertama yang menghentar Timnas/PSSI ke Olimpiade Melbourne, Australia, 1958 dan sempat mengejutkan dunia karena menahan imbang sang juara, Timnas Uni Soviet), dan seterusnya.
Masih banyak produk SDM kita yang jadi pioner di bidang masing-masing, termasuk beberapa Tou MinaEsa dipilih sebagai gubernur pertama di Sultra, NTB, Kalteng, juga Oom Henk Ngantung sempat ditunjuk Bung Karno sebagai Gubernur Jakarta. Berikut Ferry Moniaga, atlet tinju pertama RI di ajang Olimpiade, sejumlah perempuan profesional sebagai perintis dunia peragawati, serta masih banyak lainnya.
“Minahasa Institute sudah mulai melakukan pendataan dan disusun dalam satu ‘database’ segala jejak dan catatan penting Tou MinaEsa, agar bisa jadi acuan dari generasi ke generasi. Jangan lagi hanya ‘pande‘ bicara, ‘sadiki karja’. Dan semua harus te-‘record’, termasuk kisah atau Peristiwa Heroik Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 oleh rakyat Sulawesi Utara dipimpin BW Lapian, Ch Ch Taulu, SD Wuisan dkk yang merupakan daerah pertama luar tanah Jawa yang mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno,” urai August Parengkuan.
Di sektor seni budaya, Minahasa Institute juga mengapresiasi tiga Tou MinaEsa, yakni Letjen TNI Pur Lumintang (Dewan Kehormatan Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946/GPPMP), Theo Sambuaga (Ketua Dewan Penasihat GPPMP) dan Roy Nicholas Mandey (Waketum DPP GPPMP) yang memprakarsai ‘lenggang Poco-poco’ semakin me dunia dalam pentas massal dihadiri langaung Presiden Jokowi dan Wapres JK, sehingga meraih rekor dunia (diikuti 65.000 pesenam) sekaligus tercatat dalam Guiness World of Record.
Belum lagi perjuangan Beibby Sumanti (Pimpinan Sanggar ‘Bapontar’ dan Anggota Dewan Pembina GPPMP), Liesye Sumakud Sinulingga (Waketum DPP GPPMP), Joppie Rori (Wakil Ketua Tim Satkersus DPP GPPMP dan Wakil Ketua DPD GPPMP Sulut) yang bersama organisasi Pinkan Indonesia tidak kenal lelah mengangkat musik kolintang dapat pengakuan Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Last but not least, Peter F Gontha di era rezim represif Soeharto, berani melahirkan format pioner televisi berita Indonesia dengan kemasan “Seputar Jakarta” kemudian menjelma sebagai “Seputar Indonesia”, dengan para presenter top-nya seperti Adolf Possumah, Deasy Anwar dkk, plus siaran “Liputan 6” di mana ada Ira Koesno dkk. Mereka bisa tampil beda, membawa agrnda setting baru newws broadcast pertama di Indonesia, setelah selama inu cuma monolog via TVRI.
Juga patut dicatat di bidang politik, Theo L Sambuaga, Yessy Monintja, Jusuf Anton Rawis dkk sebagai penggerak utama demo mahasiswa bertajuk Malari (=Malapetaka 15 Januari 1974), yang mengubah tatanan pembinaan kampus plus menjadi awal ‘pencerahan’ politik, diikuti lahirnya kelompok-kelompok petisi dst. Bisa dikatakan, dari sosok-sisok Tou MinaEsa Theo dengan Malari-nya, Peter bersama Sindo di lingkup pers, telah memproses suatu ‘sine quanon’ menuju reformasi.
Dan pasca-reformasi, muncul lagi Tou MinaEsa, salah satunya Ventje Rumangkang, berkontribusi signifikan, di antaranya melahirkan partai baru, bahkan mampu ‘mencipta’ pemimpin melalui Pilpres langsung, menahkodai bangsa ini di dua periode, 2004 hingga 2014.
Oom Ventje Rumangkang kini juga merupakan Ketua Majelis Tinggi “Minahasa Institute”, di samping sejumlah tokoh dari aneka latar, multi disiplin, lintas bidang serta betagam talenta.
Itu baru secuil cuplikan para petarung peradaban berdarah Minahasa. Dan beberapa program aksi Minahasa Institute pun dibikin dalam suatu ‘time line’ saat pertemuan itu. (B-FR/jr — foto ilustrasi istimewa)