Bantahan tersebut disampaikan pengacara MSU Ari Yusuf Amir. Disebut Amir, tidak mungkin terjadi suap terhadap dua perusahaan yang menjadi vendor iklan kliennya.
“Tapi tidak mungkin bahwa apa yang dikatakan pihak kuasa hukumnya pemohon tadi bahwa terjadi suap. Itu sangat tidak mungkin. Kami tidak pernah mengatakan itu dan tidak pernah berbicara kepada penggugat tentang hal-hal tersebut,” ungkap Ari usai Sidang Putusan Gugatan PKPU Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/7/18).
Namun demikian, Ari tidak menampik, bila selama jelang persidangan berlangsung, terjadi komunikasi antara PT MSU dengan kedua vendor tersebut.
“Harus kita ketahui bahwa perkara ini adalah perkara gugatan tentang permohonan PKPU kewajiban membayar piutang. Kalau terjadi negosiasi antara pihak kami dan pihak yang menagih utang itu sah-sah saja,” tutur Ari.
Keluar sidang
Tuduhan suap diungkapkan Tommy saat sidang putusan gugatan PKPU baru dimulai. Dia secara mendadak meminta izin keluar ruang sidang kepada majelis hakim yang dimpimpin Agustinus Setya Wahyu dan dua anggota Titi Tedjaningsih serta Marulak Purba.
“Mohon maaf saya harus tinggalkan sidang,” ucap Tommy.
Ia beralasan, Kamis (5/7/18) dini hari, dirinya ditemui tiga orang yang mengaku sebagai perwakilan PT MSU, menemui perwakilan kuasa hukum PT RTL dan PT ICK.
Pertemuan dilangsungkan dini hari di RS Siloam Semanggi sekitar pukul 03.00 WIB, atau tujuh jam sebelum putusan atas gugatan PKPU dibacakan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut sebelumnya diajukan PT RTL dan PT ICK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Mei 2018.
Disebutnya lagi, ketiga orang tersebut diketahui berinisial R, S dan N. Mereka mencoba menawarkan sejumlah uang dengan tujuan agar gugatan yang diajukan sebelumnya dicabut.
“Ditawarkan dikasih Rp3 miliar, ditaruh di meja di RS Siloam Semanggi. Udah dibilang kalau setuju akan dikasih lagi Rp5 miliar sebelum pukul 10.00 WIB pagi. Dan sisanya dia akan kasih unit apartemen,” tutur Tommy.
Dokumen vendor cacat hukum
Disebutkan pula, Putusan telah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dimana tidak ada kontrak apapun di antara para pihak yang menimbulkan hubungan hukum (utang piutang) antara Termohon dengan Pemohon.
Selain itu, dokumen-dokumen yang diajukan oleh Pemohon diduga fiktif alias palsu palsu, cacat hukum, bukan merupakan tagihan sah.
Selain itu, memang sudah terdapat proses penyelidikan dan penyidikan terhadap vendor-vendor yang bermasalah.
Dokumen terkesan dipaksakan
Sebelumnya pihak MSU telah melaporkan kepada pihak Kepolisian adanya dugaan tindakan pidana penipuan dan penggelapan oleh berbagai vendor terkait dokumen-dokumen yang terkesan dipaksakan menjadi tagihan-tagihan palsu atau fiktif kepada MSU.
Dalam proses penyelidikan, pihak Kepolisian menemukan berbagai kejanggalan dari tagihan-tagihan dan dokumen-dokumen RTL, ICK dan KPI. Bahkan sebelum dua vendor dan satu kreditur ini mengajukan Permohonan PKPU.
MSU menyatakan, perkara permohonan PKPU oleh RTL, ICK dan KPI sebenarnya bukan soal hutang piutang. Tetapi perbuatan kejahatan penipuan, pemalsuan, penggelapan serta perbuatan melawan hukum.
Dengan demikian MSU sudah dan akan terus menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata.
Majelis diapresiasi
MSU sangat mengapresiasi putusan Majelis yang memperhatikan asas keadilan dan kepastian hukum. Termasuk adanya proses penyelidikan di Polres Metro Bekasi dan Polda Metro Jaya yang statusnya telah ditingkatkan menjadi penyidikan.
Bahkan pihak Kepolisian sudah mengantongi Surat Penetapan Penggeledahan dan Penyitaan dari PN Jakarta Timur dan PN Jakarta Selatan.
Meikarta beri jaminan
Selanjutnya, pihak MSU selaku pengembang kota baru Meikarta menjamin, vendor yang memiliki dokumen yang lengkap dan sah tak perlu khawatir. “Hak-haknya pasti terjamin,” kata Reza Chatab, Direktur Utama MSU.
Begitu juga dengan konsumen, “tak perlu takut, hak-haknya pasti terjamin, serah terima unit direncanakan sesuai jadwal,” katanya lagi.