BENDERRAnews, 23/3/18 (Jakarta): Pakar hukum ekonomi lingkungan dan pemukiman jebolan Universitas Indonesia, Dr Ferrol Warouw menilai, masih banyak kompleks perumahan yang dibangun sembarangan, tanpa memperhitungkan berbagai aspek berhubungan dengan kenyamanan penghuni serta masalah ekosistem.
“Jika dilihat dari desain dan perencanaannya, Kota Meikarta di Cikarang, Bekasi, merupakan ‘role model’ yang patut ditiru para pengembang, karena Lippo Group yang mengembangkannya benar-benar memperhatikan berbagai kebutuhan serta kenyamanan calon penghuni, mulai dari urusan kedekatan dengan sarana prasaran transportasi, kelestarian lingkungan, ketersediaan fasilitas hiburan, wisata alam hingga tentunya teriroti komersial,” ungkapnya kepada Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’, baru-baru ini.
Sejalan dengan itu, Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengusulkan, agar perumahan harus terhubung dengan trayek angkutan umum.
“Pengembang itu zaman dulu untuk membangun perumahan harus terhubung dengan angkutan umum, tapi sekarang ini tidak,” katanya dalam diskusi yang bertajuk “Implementasi PM Nomor 108 Tahun 2017” di Jakarta, Kamis (22/3/18) kemarin.
Disebut Djoko, pihaknya menyarankan agar Pemerintah merevisi Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan. Ketiadaan fasilitas angkutan umum di sejumlah perumahan, terutama di wilayah penyangga Jakarta, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, mengakibatkan banyak masuknya kendaraan pribadi ke Ibu Kota.
“Sekarang ini, enggak ada kewajiban bagi setiap perumahan untuk terhubung dengan akses angkutan umum,” ujarnya.
Aturan dan Pengawasan
Ferrol Warouw pun sepakat, agar Pemerintah selaku regulator lebih ketat lagi menerapkan aturan sekaligus pengawasan di lapangan, terkait sejumlah prasyarat utama membangun kawasan perumahan.
“Saya setuju dengan konsep Lippo Group dalam pengembangan kawasan hunian, tidak sekedar membangun rumah-rumah, tanpa memperhitungkan masalah infrastruktur (transportasi terutama, Red), kelestarian lingkungan, kedekatan dengan berbagai fasilitas kehidupan,” tegasnya.
Sementara Djoko mengatakan, pihaknya telah mengusulkan UU Nomor 1 Tahun 3011 tersebut. Namun, hingga saat ini belum kunjung dikabulkan.
“Sekarang ini, ongkos KRL dengan ongkos dari rumah ke stasiun, lebih mahal ongkos dari rumah ke stasiun, bahkan bangunnya orang-orang Bodetabek lebih pagi dari ayam berkokok untuk mengejar jam kantor,” ujarnya.
Ditambahkannya, keberadaan bus-bus dengan fasilitas premium di setiap perumahan sangat penting peranannya untuk menekan jumlah pemakain kendaraan pribadi dan hal itu juga salah satu langka dari revitalisasi angkutan umum.
Djoko mengatakan layanan bus hingga seluruh kawasan perumahan bisa dioperasikan pada jam sibuk masuk hingga pusat Kota Jakarta, sementara pada jam tidak sibuk cukup singgah di stasiun KRL terdekat.
“Kesalahan masa lalu, jika ada pengembang membangun kawasan perumahan tidak diwajibkan menyediakan rute sarana angkutan umum. Akibatnya penduduk daerah penyangga Jakarta atau Bodetabek, rata rata terbesar membawa kendaraan pribadi yang sebagian besar melalui jalan tol,” kata Djoko Setijowarno, seperti dilansir ANTARA dan ditayangkan ‘BeritaSatu.com’. (B-AN/BS/jr — foto ilustrasi istimewa)