BENDERRAnews, 3/2/18 (Jakarta): Ternyata, predikat kota metropolitan bagi Jakarta tampaknya belum menjawab masalah serius yakni, gizi buruk.
Hmmm…setidaknya hal itu terjadi di Jakarta Utara (Jakut) karena masih menyisakan 34 kasus gizi buruk dari total 194 kasus yang terdeteksi pada 2017. Walau ada pihak mengungkapkan, kasus seperti ini sesungguhnya tidak ditemukannya pada periode pemerintahan sebelumnya.
Namun, bukti terkini ditemukannya 34 jiwa terserang gizi buruk kronis, menurut Lembaga Studi Nusantara, telah membuka mata kita untuk lebih intens lagi menengok ke bawah. Sebab, itu merupakan angka yang terdata, tentu kemungkinan besar masih ada belum terungkap.
Lalu muncul pertanyaan, “ke mana kiprah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan jajarannya? Apa cuma pencitraan melulu?”
Demikian pertanyaan serius yang kritis dari beberapa kalangan pemerhati kesehatan masyarakat, khususnya dari Lingkaran Studi Kemasyarakatan Nusantara (LSKN) yang merupakan divisi khusus dari Lembaga Studi Nusantara (LSN) bentukan DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP).
“Gizi buruk yang masih terjadi di Jakarta, tentu mengejutkan. Selama ini kita terfokus hanya pada kejadian-kejadian luar biasa di wilayah pelosok, seperti di Asmat, yang kita tahu bersama terjadi akibat fasilitas serta SDM kurang memadai, bahkan sangat jauh dari syarat kebutuhan minimum. Tapi ini di pusat pemerintahan, di Jakarta, kota metropolitan dengan APBD serta kucuran dana berlebihan,” tutur salah satuaktivis LKSN, yang juga Pimpinan Ikatan Pemulung DKI Jakarta, Stephen Lumingkewas kepada Tim ‘BENDERRAnews’, di Jakarta, Sabtu (3/2/18).
Tim LKSN, menurutnya, punya data tentang kelompok-kelompok marginal yang rentan terhadap ‘teror’ gizi buruk. “Kami sering melakukan kunjungan peduli kasih kepada mereka, dan banyak di antara mereka memang penduduk asli Jakarta. Artinya bukan kaum pendatang, tetapi belum terjangkau beragam program kesejahteraan masyarakat, apakah itu Kartu Jakarta Sehat, Kartu Jakarta Pintar dan sebagainya,” ungkapnya lagi.
Khusus tentang gizi buruk, menurutnya, ini bisa menjadi ‘teror’ kemanusiaan tersendiri yang mengancam kaum marginal khususnya. Karenanya, harus segera ada penanganan secara komprehensif, tidak cuma berwacana atau bermulut manis ‘bak’ politisi yang suka cari muka kepada rakyat.
“Kerja, kerja dan kerja saja. Rakyat kecil kaum marginal ini sudah semakin menderita. Jangan cuma cari suara dari mereka, atau digiring-giring dalam aksi-aksi demo yang keuntungannya diambil para penguasa tertentu,” bebernya lagi.
Telah berupaya keras
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jakut, M Helmi menyebut, pihaknya telah berupaya keras sehingga angka kasus gizi buruk selama 2017 sudah teratasi sampai terjadi penurunan hingga 82,5 persen.
“Posisi 34 itu di Desember akhir. Mudah-mudahan di akhir Januari ini terjadi penurunan. Dan 34 orang itu yang sedang kita tangani,” kata Helmi, di Jakarta, Jumat (2/2/18).
Helmi mengatakan, adanya gizi buruk disebabkan rendahnya asupan gizi yang timbul karena faktor ekonomi atau ketidaktahuan orangtua. Namun tak sedikit pula disebabkan penyakit bawaan yang diderita anak.
Upaya yang dilakukan pihaknya selama ini ialah merekrut ahli gizi untuk Puskesmas serta mengintensifkan peran tim ketuk pintu layani dengan hati (KPLDH), pemberian makanan tambahan (PMT), menganjurkan pemberian ASI eksklusif, dan mengobati penyakit penyerta.
“Itu semua yang kami lakukan sehingga kasus di Jakarta Utara menurun dari 194 kasus, tinggal 34 kasus,” bebernya.
Politisi mempertanyakan
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI-P, William Yani, mempertanyakan mengapa masih ditemukan kasus gizi buruk di DKI, khususnya di wilayah Jakut.
Disebutnya, pada periode pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan kasus gizi buruk.
“Menurut saya agak mengejutkan ketika di Jakarta ada yang mengalami gizi buruk. Bagaimana itu bisa terjadi? Sesuatu yang aneh kalau masih ada gizi buruk,” kata Yani.
William lantas mempertanyakan program peningkatan gizi anak-anak di Ibu Kota yang pada periode kepemimpinan Ahok-Djarot berjalan dengan baik. Seperti, program KPLDH, termasuk Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang bisa digunakan untuk membeli daging atau kebutuhan pokok lainnya.
Anies mau cek
Ditambahkannya, Gubernur Anies Baswedan bersama wakilnya, Sandiaga Uno harus meneruskan atau mempertajam program-program gubernur sebelumnya demi perbaikan gizi warga DKI.
“Jadi hitungan kita seharusnya tidak ada lagi yang kurang gizi. karena banyak posyandu dan petugas kesehatan cukup banyak,” katanya.
Sedangkan Gubernur Anies mengaku bakal melakukan pengecekan setelah mengetahui adanya kabar gizi buruk yang melanda sebagian warga DKI.
“Nanti saya cek langsung dan kami harus tangani. Di Jakarta tidak boleh ada anak yang sampai kekurangan gizi, enggak boleh. Kalau itu sampai terjadi maka itu adalah kondisi yang tidak bisa ditoleransi. Maka saya akan langsung instruksikan seluruh jajaran, periksa, datangi kampung-kampung,” kata Anies Baswedan, seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’. (B-SP/BS/jr)