BENDERRAnews, 3/1/18 (Tel Aviv): Menyusul pengakuan Amerika Serikat dan beberapa negara lain atas Yerusalem sebagai ibukota Israel, memotivasi parlemen negara tersebut mengambil langkah baru untuk makin memperkuat kekuasaan serta kendalinya atas Kota Yerusalem. Dan ini akan makin membahayakan solusi dua negara.
Dilaporkan ‘CNN’, pada Selasa (2/1/18) waktu setempat, Parlemen Israel atau ‘Knesset’ mengesahkan undang-undang (UU) yang bisa mengesampingkan Yerusalem dari setiap negosiasi dengan Palestina.
UU tersebut menyatakan, setiap upaya untuk memberikan kendali Yerusalem ke pihak asing harus mendapat persetujuan dari mayoritas super parlemen, atau minimal 80 dari 120 anggota Knesset.
Disebutka pula, UU ini sebetulnya merupakan amendemen dari Hukum Dasar Israel, pedoman hukum kedua setelah konstitusi.
Sebelumnya disebutkan, persyaratan untuk hal tersebut ialah mayoritas sederhana atau dukungan 61 anggota Knesset.
Ubah batas kota
Selain itu, amendemen juga memberi kewenangan kepada Knesset untuk mengubah perbatasan kota Yerusalem dengan mayoritas sederhana, asalkan warga yang dipindahkan dari kota tersebut tetap di bawah kedaulatan Israel.
Ketentuan ini memungkinkan Israel untuk memindahkan warga Palestina dari Yerusalem.
Awal Desember lalu, Presiden AS Donald Trump resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan bahkan mengungkap rencana memindahkan kantor kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Palestina bereaksi keras terhadap UU baru tersebut, dan menganggapnya sebagai “pernyataan perang” melawan rakyat Palestina dan identitas mereka.
“Pemungutan suara (Knesset) ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Israel secara resmi menyatakan akhir dari proses politik dan sudah mulai memaksa untuk mendikte kebijakan-kebijakan de facto,” kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Mahmoud Abbas.
“Keputusan Trump tidak memiliki legitimasi, dan juga tidak ada legitimasi sama sekali untuk keputusan Knesset Israel. Kami sama sekali tidak akan membiarkan disahkannya rencana-rencana yang bisa mmebahayakan masa depan kawasan dan dunia.”
Meskipun amendemen menuntut dukungan minimal 80 suara untuk menyerahkan tiap bagian Yerusalem ke pihak lain, amendemen itu sendiri bisa dibatalkan atau diubah cukup dengan 61 suara. Dengan demikian, setiap koalisi pemerintah bisa mengubah UU tersebut karena syarat minimum koalisi adalah 61 kursi.
Sejak Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, para pemimpin Palestina menyatakan mereka tidak lagi menganggap Amerika Serikat sebagai mediator yang tulus dalam perundingan damai, menjaga jarak dengan pemerintahan Trump, dan membatalkan pertemuan dengan utusan Gedung Putih.
Dulu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setuju dengan solusi dua negara untuk menghentikan konflik israel-Palestina, namun pada 2015 dia berubah pikiran dengan mengatakan negara Palestina tidak akan pernah berdiri selama dia menjabat. (B-BS/jr)