BENDERRAnews, 16/12/17 (Jakarta): Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Himahanto Juwana mengimbau, asyarakat di Tanah Air diimbau tetap dapat menjaga perdamaian serta tidak mudah terprovokasi untuk melakukan kekerasan, terkait krisis Yerusalem, terutama dibenturkan dengan masalah agama.
Faktanya, krisis Yerusalem murni politis.
“Masyarakat harus melihat bahwa masalah Yerusalem ini adalah seolah-olah persetujuan sebuah pemerintahan yang mengambil secara tidak sah tanah orang lain. Jadi ini yang kita bilang sebagai bentuk penjajahan. Ini masalah yang kita semua harus perangi yaitu orang yang punya hak atas tanah tetapi tiba-tiba diambil. Dan menurut konstitusi kita, namanya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi ini,” ujar Hikmahanto Juwana, Kamis (14/12/17) lalu.
Peraih gelar doktor dari University of Nottingham, Inggris, itu mengingatkan, kalau masalah Yerusalem dikaitkan dengan masalah agama, tentunya negara-negara non-Muslim besar lain seperti Prancis, Tiongkok, Inggris, Rusia dan negara-negara besar lainnya tidak akan bersuara keras.
Kalau masalah agama, harusnya negara-negara di Timur Tengah sepakat satu suara, tetapi nyatanya tidak.
“Bahkan negara non-Muslim seperti Prancis, Tiongkok, Inggris, Rusia menentang kebijakan Donald Trump (Presiden AS) tersebut. Jadi ini bukan masalah agama, masyarakat juga harus menyadari jangan mau terpecah dan harus bisa damai menyikapi masalah ini,” tegas Hikmahanto.
Tidak ‘termakan’ provokasi
Ia mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak ‘termakan’ dengan provokasi negatif seperti ajakan untuk membenci terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Amerika Serikat (AS).
“Kita sebagai rakyat Indonesia jangan menimpakan kemarahan kita terhadap warga AS atau hal hal yang berbau AS. Justru kita harus merangkul mereka karena rakyat AS adalah yang paling berdaulat sehingga mereka bisa memblok kebijakan presidennya untuk memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem,” jelasnya seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Selain itu, keputusan Trump ini dinilai bisa menjadi bumerang bagi dia. Pasalnya, langkah itu bisa menjadikan AS sebagai target kemarahan dari negara-negara yang menolak, apakah itu dari hubungan kedua negara atau mungkin ancaman terorisme. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus fokus memilah siapa sebenarnya harus dihadapi.
“Sekali lagi bukan rakyat Amerika, bukan hal-hal kepentingan Amerika, tetapi kebijakan Presiden Donald Trump itu sendiri yang dapat membahayakan bangsa dan warganya,” ujar pria kelahiran Jakarta, 25 November 1965, ini.
Ia menegaskan, sejatinya tidak terjadi dampak yang signifikan terkait pemindahan Kedubes AS tersebut dalam mencari solusi perdamaian dan kemerdekaan di Palestina. Apalagi penolakan ini terjadi di mana-mana oleh semua kepala negara.
“Tidak hanya negara-negara di Timur Tengah, tidak hanya negara-negara yang berpenduduk Muslim besar, tetapi semua negara seperti Rusia, Tiongkok, Inggris, Prancis dan lain sebagainya bersuara menentang kebijakan Trump tersebut,” demikian Hikmahanto Juwana. (B-BS/jr)