BENDERRAnews, 16/11/17 (Naypyidaw): Fakta-fakta baru menyatakan, Rohingya ‘clear’ dari urusan pembersihan etnis, sebagaimana selama ini disebar berbagai pihak.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson telah mengunjungi ibu kota Myanmar, Naypyidaw, dan bertemu dengan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Tillerson menyatakan, perlu lebih banyak informasi sebelum Washington sepakat dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), krisis itu merupakan pembersihan etnis.
Hal itu disampaikan Tillerson dalam konferensi pers gabungan dengan Suu Kyi, Rabu (15/11/17). Tillerson menyerukan penyelidikan penuh dan independen atas situasi di Rakhine State.
“Kami sangat prihatin dengan laporan-laporan kekejaman yang luas oleh pasukan keamanan Myanmar. Apa yang kami ketahui terjadi di Rakhine State memiliki sejumlah karakteristik kejahatan melawan kemanusiaan,” ujar Tillerson.
“Apakah itu memenuhi semua kriteria pembersihan etnis, kita terus menentukannya,” tambahnya seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Sanksi bukan jawaban
Lebih dari 615.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan militer pada 25 Agustus 2017. Namun, Tillerson menegaskan, sanksi berbasis luas, sebagaimana diserukan di Washington, bukanlah jawaban atas krisis tersebut.
Selama kunjungan ke Naypyidaw, pertama kalinya ke negara itu, Tillerson menjanjikan bantuan tambahan untuk pengungsi sebesar US$47 juta (Rp636,3 miliar), menjadikan total bantuan AS sejak Agustus lalu sebesar US$87 juta.
Para pengungsi melarikan diri dari Rakhine State, tempat militer Myanmar mengintensifkan operasi pembersihan yang menargetkan teroris. Militer mengejar milisi yang telah menyerang pos-pos polisi sehingga menewaskan 12 pasukan keamanan.
Para perwakilan dari Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa menggambarkan situasi di Rakhine State sebagai pembersihan etnis, yaitu penilaian yang digemakan oleh Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May, pekan ini. Terkait hal itu, Tillerson menyatakan perlu informasi lebih sebelum AS memakai kalimat itu.
“AS akan terus bekerja dengan rekan-rekan kami untuk memastikan ada konsekuensi bagi individu-individu yang dipastikan bertanggung jawab atas kekejaman itu,” katanya.
Disebutnya lagi, konsekuensi itu bisa termasuk sanksi-sanksi yang ditargetkan, sebaliknya Tillerson merasa sanksi-sanksi luas untuk Pemerintah Myanmar atau institusi lain tidaklah sesuai. Dia memahami bahwa para pendukung sanksi bermaksud baik, namun meminta kesabaran untuk mengatasi situasi yang kompleks di Rakhine.
“Sulit ketika Anda duduk jauh sekali dan melihat gambar-gambar dari kamp-kamp pengungsi Bangladesh, tidak ingin buru-buru melakukan sesuatu,” demikian Rex Tillerson. (B-SP/BS/jr)