BENDERRAnews, 26/10/17 (Jakarta): Disetujuinya Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-undang, bukan berarti pemerintah bertindak semena-mena atau tidak adil.
“Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada. Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktaktor karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya (keputusan). Itu esensinya,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), Rabu (25/10/17) kemarin.
Disebut Wapres, dalam Perppu No 2 tahun 2017 yang berbeda ialah mekanisme pembatalan organisasi masyarakat (Ormas). Sebelumnya harus ke pengadilan dahulu, kini pemerintah bisa membatalkan baru dibawa ke pengadilan jika merasa keberatan dengan keputusan tersebut.
“Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan. Jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini dibalik sedikit. Pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke pengadilan. Ujung-ujungnya pengadilan juga sebenarnya. Jadi hanya perbedaan proses, intinya tidak beda,” ungkapnya seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Silahkan ke pengadilan
Ia mencontohkan Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan oleh pemerintah, bisa mengajukan gugatan ke pengadilan jika merasa keberatan dengan keputusan tersebut.
Sebagaimana diberitakan, Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesahkan Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas menjadi UU.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan voting, di mana Perppu itu didukung 7 fraksi dari 10 fraksi yang ada.
Tujuh fraksi yang setuju, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, PPP, dan Partai Demokrat setuju Perppu Ormas menjadi UU. Sedangkan Fraksi Gerindra, PAN dan PKS konsisten menolak Perppu itu. (B-SP/BS/jr)