BENDERRAnews, 3/10/17 (Jakarta): Jajaran Mahkamah Agung menolak dikaitkan dalam polemik putusan praperadilan yang memenangkan Ketua DPR Setya Novanto.
Pihak Mahkamah Agung (MA) menilai, putusan tersebut menjadi tanggung jawab hakim Cepi Iskandar yang memeriksa dan mengadili.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah menyebut, putusan hakim tidak bisa dikaitkan dengan lembaga. Secara administrasi ketua pengadilan memang menunjuk majelis hakim/hakim tunggal untuk menyidangkan perkara. Namun sejak majelis ditunjuk, ketua pengadilan tidak memiliki wewenang lagi dan tidak boleh mencampuri atau memengaruhi putusan.
“Oleh sebab itu, apapun dan bagaimanapun putusan hakim, menjadi tanggung jawab mutlak hakim yang bersangkutan dan tidak ada hubungan dengan ketua pengadilan yang bersangkutan, atau ketua di tingkat banding maupun pimpinan MA,” kata Abdullah di Jakarta, Selasa (3/10/17) seperti diberitakan ‘Suara Pembaruan’.
Disebut Abdullah, MA menghormati putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jaksel yang memutus praperadilan Setya Novanto (Setnov). Namun pihaknya menekankan, putusan tersebut menjadi tanggung jawab mutlak hakim yang memutus.
Dikatakan, apabila ditemukan adanya indikasi pelanggaran etika dari hakim yang mengadili praperadilan Setnov, MA sebagaimana ketentuan yang berlaku bakal masuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang memutus.
“Tetapi kita tidak bisa masuk dalam perkara yang telah diputus karena hakim memiliki independensi yang prinsipnya universal, artinya dianut oleh seluruh sistem hukum di dunia,” kata Abdullah sebagaimana dicuplik ‘BeritaSatu.com’.
Dirinya juga menyinggung berlakunya Pasal 2 ayat 3 Perma No 4/2016 yang menegaskan putusan praperadilan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk kembali menetapkan status tersangka berdasarkan dua alat bukti yang sah. Sebab, esensi praperadilan hanya memutus keabsahan status tersangka tidak menghilangkan perbuatan pidana.
Tidak cermat
Pada kesempatan yang berbeda, Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar menyebut, kekalahan KPK menandakan adanya persoalan di tubuh badan antikorupsi itu yang harus dievaluasi. Kekalahan KPK dari Setnov menandakan adanya ketidakcermatan.
“Itu kan berarti dia (KPK) lemah, tidak cermat,” kata Agun usai bersaksi dalam sidang perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/3/17).
Agun tidak menampik pansus menjadikan kekalahan KPK dalam praperadilan Novanto sebagai salah satu referensi untuk menguatkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi. Dia justru menolak putusan praperadilan Setnov bakal dijadikan amunisi pansus untuk terus melemahkan KPK.
Dalam persidangan Andi Narogong, Agun membantah menerima uang dari proyek e-KTP. Namun dia mengaku pernah menerima honor pembicara dalam dialog interaktif yang digelar Kemdagri.
Dia juga mengaku pernah melihat Andi Narogong makan siang di ruang Fraksi Partai Golkar di DPR, tetapi Agun mengaku tidak mengenal Narogong. Disebutnya, kehadiran Narogong makan siang di ruang Fraksi Partai Golkar tidak menandakan yang bersangkutan sebagai kader.
“Saya enggak kenal Andi, tetapi pernah lihat di lantai 12 Gedung DPR, ruang Fraksi Partai Golkar,” beber Agun Gunandjar. (B-SP/BS/jr)