BENDERRAnews, 29/9/17 (New York): Kepala Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa Bangsa, Rafael Ramirez, menolak laporan petisi rahasia yang menuntut referendum bebas untuk kemerdekaan di Papua Barat. Ini disebutnya sebagai manipulasi.
Ia mengatakan ini, setelah Koordinator Gerakan Pembebasan Papua Barat. Benny Wenda, mengatakan kepada pers, 1,8 juta orang Papua Barat telah menandatangani petisi rahasia.
Petisi itu ditandatangani dari rumah ke rumah, dan dari desa ke desa di seluruh provinsi itu.
Dalam laporan tersebut, Benny Wenda mengaku mengajukan petisi itu kepada Komite Khusus untuk Dekolonisasi PBB.
Tidak ada petisi
Namun dari New York, ketua komite mengatakan, tidak ada petisi yang diterimanya.
Dia pun menegaskan, laporan -yang pertama kali dimuat di surat kabar The Guardian, itu merupakan sebuah manipulasi.
“Beberapa orang mencoba menggunakan saya, dan mencoba memanipulasi atau apa pun,” kata Rafael Ramirez.
Ramirez mengatakan, Papua Barat tidak menjadi agenda komite dan pihaknya memiliki hubungan yang sangat baik dan kuat dengan Indonesia.
“Indonesia adalah sahabat kami yang sangat baik,” sebutnya, seperti dilansir ‘Kompas.com’.
Selesai sejak 1969
Pemerintah Indonesia mengecam laporan petisi tersebut, dan mengatakan, petisi itu merupakan aksi politik tanpa kredibilitas.
Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir tidak terlalu mempersoalkan adanya petisi warga Papua Barat yang meminta referendum kemerdekaan baru dan diserahkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
“Itu ya kerjaan orang-orang tertentu untuk mendapatkan perhatian,” ujar Fachir, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (28/9/2017) sore.
Fachir mengatakan, persoalan Papua Barat sudah selesai di PBB sejak tahun 1969.
Pada tahun 1969, dilaksanakan penentuan pendapat rakyat (the Act of Free Choice) yang keputusannya menyatakan bahwa wilayah Papua Barat masuk ke wilayah teritorial NKRI.
PBB mengakui keputusan tersebut. Fachir mengatakan, Kemenlu akan terus memantau isu tersebut.
Akan tetapi, belum akan mengambil tindakan karena keputusan Papua Barat masuk ke teritorial Indonesia sudah final.
“Kita akan lihat, tetapi pada saat yang sama, bagi kita itu sudah selesai,” ujar Fachir.
Cari perhatian
AM Fachir tidak terlalu mempersoalkan adanya petisi warga Papua Barat yang meminta referendum kemerdekaan baru dan diserahkan ke PBB.
“Itu ya kerjaan orang-orang tertentu untuk mendapatkan perhatian,” ujar Fachir, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (28/9/17) sore.
Fachir mengatakan, persoalan Papua Barat sudah selesai di PBB sejak tahun 1969.
Pada tahun 1969, dilaksanakan penentuan pendapat rakyat (the Act of Free Choice) yang keputusannya menyatakan bahwa wilayah Papua Barat masuk ke wilayah teritorial NKRI.
PBB mengakui keputusan tersebut. Fachir mengatakan, Kemenlu akan terus memantau isu tersebut.
Akan tetapi, belum akan mengambil tindakan karena keputusan Papua Barat masuk ke teritorial Indonesia adalah final.
“Kita akan lihat, tetapi pada saat yang sama, bagi kita itu sudah selesai,” ujar Fachir.
Diberitakan, sebuah petisi rahasia yang isinya meminta referendum kemerdekaan baru untuk Papua Barat telah diserahkan ke PBB.
Laporan ABC.net.au yang dikutip Tribunnews.com, dokumen itu berhasil diselundupkan antardesa ke desa dan telah ditandatangani oleh 1,8 juta warga Papua Barat atau setara dengan lebih dari 70 persen populasi provinsi itu.
Petisi itu menuntut pemungutan suara secara bebas atas kemerdekaan Papua Barat serta pengangkatan perwakilan PBB untuk menyelidiki laporan dugaan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Indonesia.
Padahal, sebelumnya, Pemerintah Indonesia sudah melarang beredarnya petisi ini di bumi Papua.
Ancamannya, mereka yang menyebarkan dan menandatangani petisi ini akan ditahan dan dipenjara. (B-KC/jr)