BENDERRAnews, 28/9/17 (Jakarta): Adanya upaya rekayasa dan pembohongan publik atau sengeja memelintir informasi-informasi yang dilakukan pihak tertentu terkait pembangunan Meikarta tak membuat sejumlah tokoh dan masyarakat asli Bekasi bergeming.
Mereka pun ‘keukeuh’ pada sikapnya, dan menyatakan tidak terpengaruh serta tetap mendukung penuh kelanjutan pembangunan kota baru Meikarta, yang diyakini bakal menjadi ikon Bekasi. “Bekasi milik kita, Meikarta itu milik Bekasi. Itu saja,” ujar mereka.
Pernyataan itu terungkap merespons diskusi yang bertema Gerakan Tolak Meikarta (GTM) di Gedung Cawang Kencana pekan lalu.
Seperti diberitakan berbagai media ‘online’, termasuk ‘BENDERRAnews’, akibat adanya sikap tersebut, mengakibatkan forum diskusi GTM yang awalnya diskenariokan melahirkan pernyataan penolakan atas pembangunan Meikarta, malah berubah serta menghasilkan dukungan penuh terhadap pengembangan megaproyek ini.
Dilaporkan, peserta diskusi sempat berdebat dengan ketua panitia yang dinilai sangat tendensius mendiskreditkan Meikarta. Lantas, ketua panitia malah ‘dipermalukan’ peserta terkait ungkapannya, pihak Meikarta telah merampas tanah warga Cikarang. Pasalnya, hal itu tidak terbukti, atau tidak dapat dibuktikannya.
“Sudah dikroscek terhadap warga, apa yang ketua panitia katakan tidak demikian fakta di lapangan. Tidak ada warga yang merasa tanahnya di rampas. Masyarakat Cikarang dan Bekasi pada umumnya mendukung pembangunan Meikarta. Jadi ini tudingan aneh dan tidak bisa dibuktikan, entah sumbernya dari mana dan sebenarnya untuk kepentingan siapa,” ujar salah tokoh masyarakat Cikarang, Icang Rahardian, Sabtu (23/9/17) sebagaimana dilansir “pojokjabar.com’.
Alat propaganda
Panitia semakin disudutkan peserta diskusi setelah sejumlah tokoh yang digadang-gadang hadir seperti Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan dari utusan Ombusman Republik Indonesia (ORI) ternyata tidak kelihatan batang hidungnya sampai diskusi bubar.
Mereka kesal dan marah karena para tokoh tersebut telah diperalat sebagai propaganda panitia untuk memancing kehadiran warga.
Kekecewaan juga datang dari para jurnalis yang hadir. Panitia dianggap terlalu tendensius, dan tempat acara dianggap tidak memadai. Akibatnya wartawan tidak leluasa dalam peliputan bahkan kebagian tempat.
“Wah parah ini acara, tidak seperti yang dibayangkan. Lihat saja tempat kecil dan tidak nyaman. Mau maksimal gimana liputan. Masuk saja sudah ga’ bisa. Yah di luar ajalah,” kata Dicky, jurnalis media online dengan wajah kesal sambil duduk di lorong tidak jauh dari pintu masuk.
Kepentingan kelompok tertentu?
Di pihak lain, Ketua Tim Kajian Meikarta, Abdullah Munir menyayangkan pelaksanaan diskusi yang sarat kepentingan tertentu dan tidak berimbang.
Dikatakan juga, tema yang diangkat terlalu dipaksakan, sehingga terkesan sangat sepihak, hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Tema diskusi seperti ini terkesan hanya untuk menyudutkan pihak tertentu. Sebenarnya akan lebih positif hasilnya kalau dilaksanakan di tempat yang lebih layak. Supaya semua elemen masyarakat bisa saling mengkritisi, sehingga bobot diskusinya kelihatan,” kata Abdullah Munir. (B-Donny L/jr — foto ilustrasi istimewa)