BENDERRAnews, 2/9/17 (Myanmar): Berusaha kabur dari penindasan militer Myanmar, jumlah korban tewas akibat kecelakaan perahu-perahu pengangkut etnis Muslim Rohingya bertambah menjadi sedikitnya 46 orang.
Laporan terkini diperkirakan ada tiga perahu yang mengangkut pengungsi namun tidak diketahui pasti berapa penumpangnya.
Komandan perbatasan Bangladesh Letkol SM Ariful Islam mengatakan, hingga Jumat kemarin (1/9/17) korban tewas yang ditemukan mencapai 46 orang -19 anak-anak, 18 perempuan, dan sembilan pria-.
Perahu-perahu yang mereka tumpangi dilaporkan terbalik saat mencoba menyeberangi Sungai Naf, Rabu lalu. Jenazah-jenazah ini ditemukan sepanjang Sungai Naf yang memisahkan Bangladesh dengan Myanmar.
Salah seorang yang selamat mengatakan para pengungsi tidak memiliki keterampilan nakhoda sehingga ketika perahu diterpa ombak dan terbalik, mereka panik dan tenggelam.
Lakukan serangan balasan
Etnis Rohingya mencoba kabur dari Rakhine, utara Myanmar, tempat mereka tinggal selama bergenerasi-generasi, karena menjadi korban penindasan militer dan mayoritas penduduk Myanmar yang beragama Budha.
Kondisi di Rakhine memanas sejak pekan lalu saat terjadi pemberontakan yang dilakukan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) di mana mereka menyerang polisi perbatasan di Rathedaung.
Insiden ini menewaskan sekitar 100 orang, sebagian besar dari etnis Rohingya.
ARSA juga mengaku melakukan serangan terhadap polisi sebagai balasan atas pembunuhan yang dilakukan militer terhadap warga Rohingya di Rathedaung.
Militer bersama penduduk mayoritas melakukan aksi balasan terhadap ARSA dengan membunuh sekitar 200 etnis Rohingya di Chut Pyin, menurut LSM hak asasi manusia Fortify Rights.
“Situasinya sudah sangat gawat. Kekejaman massal terus terjadi. Militer dan sipil seolah-olah tidak bisa menahan diri,” kata Matthew Smith dari Fortify Rights.
Ditolak negaranya sendiri
Para pengungsi putus asa karena di kampung halaman mereka, mereka menjadi korban penindasan yang dilakukan militer dan mayoritas penduduk Myanmar.
Pemerintah Myanmar tidak menganggap etnis Rohingya sebagai penduduk asli Myanmar padahal mereka sudah hidup di Rakhine, utara Myanmar sepanjang hayat mereka.
Desa-desa mereka dibakar dan penduduk dibunuhi untuk menghapus jejak keberadaan mereka di Myanmar. Diperkirakan ada sekitar satu juta etnis Rohingya di Myanmar.
Sejak Jumat lalu, sekitar 27.400 etnis Rohingya menyeberang ke Bangladesh untuk menghindari persekusi yang dilakukan kelompok mayoritas yang beragama Budha.
Tidak diterima di negaranya sendiri dan terdampar di negara lain, etnis Rohingya menjadi warga tanpa negara.
Kejahatan melawan kemanusiaan
Dalam laporan PBB bulan Februari, PBB memastikan tindakan antipemberontakan yang dilakukan Myanmar menyebabkan pembunuhan ratusan pria, perempuan dan anak-anak.
Myanmar diduga kuat melakukan kejahatan melawan kemanusiaan.
PBB mendesak pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi untuk memberikan hak-hak dasar kepada etnis Rohingya guna menghindari kekerasan berlanjut .
Tetapi pemenang nobel tersebut berbalik menuding PBB memberikan bantuan kepada milisi ARSA. Demikian ‘NY Times’. (B-BS/jr)