BENDERRAnews, 30/8/17 (Jakarta): Kendati tak direstui (sempat dicegah, Red) Pimpinan KPK, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, Brigadir Jenderal Pol Aris Budiman tetap nongol di depan Pansus KPK dan membeberkan sejumlah fakta mengejutkan.
Brigjen Ari mengakui ada pertentangan dirinya dengan penyidik senior Novel Baswedan saat dia bertemu dengan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (29/8/17) malam.
Dari keterangan Aris, penyebab konflik ada beberapa hal, misalnya soal pengangkatan penyidik baru dan struktur organisasi dalam satuan tugas (Satgas) KPK.
“Puncaknya, 14 Februari, saya dikirim ’email’, menyerang saya secara personal,” kata Aris, menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua Pansus, Masinton Pasaribu.
Bisa pengaruhi kebijakan
Aris mengatakan, dia mendapat ’email’ yang mengusulkan adanya jabatan Koordinator Satgas. Dia menolaknya, sebab di struktur dan standar prosedur KPK, tak ada jabatan yang bernama koordinator satgas.
“Orang ini ‘powerful’ barangkali, bisa mempengaruhi kebijakan,” kata Aris.
Ditanya lebih jauh, Aris awalnya tak mau menyebut siapa penyidik yang dia maksud. Ketika ditanya para anggota, apa yang dia maksud ialah komisioner KPK, Aris membantah.
“Bapak-bapak di sini mau mengangkat komisioner KPK siapapun, selama ada orang-orang ini, akan susah. Kebijakan organisasi, sepanjang tidak seide dengan orang itu, tidak bisa efektif,” kata Aries.
Aries akhirnya bersedia mengonfirmasi soal nama setelah dicecar oleh Anggota Pansus KPK, Junimart Girsang.
“Dia penyidik senior?” tanya Junimart.
“Iya,” jawab Aries Budiman.
“Namanya Novel Baswedan?” tanya Junimart lagi.
“Iya,” jawab Aries Budiman, seperti dikutip ‘BeritaSatu.com”.
Merasa dikhianati
Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Brigadir Jenderal Pol Aris Budiman ini pun menyatakan dirinya telah dihina dan difitnah ketika dituduh turut menerima suap Rp2 miliar dalam penanganan perkara dugaan korupsi proyek KTP elektronik.
Dirinya juga menyatakan sama sekali tidak benar kalau dituduh pernah bertemu anggota DPR.
Hal itu ditegaskannya saat menghadiri panggilan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Selasa (29/8/17) malam.
Diketahui, pimpinan KPK tak meresui kehadirannya di forum Pansus itu.
Aris memulai penjelasannya dengan menceritakan latar belakang dirinya, termasuk perjalanan karirnya sebagai polisi yang, menurut dia, selalu menjaga integritas serta nama baik institusi.
Dia bercerita bagaimana bisa meraih gelar doktor, pengalamannya menangkap koruptor yang merupakan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Aris tak membantah pernah ditawari berbagai suap oleh berbagai pihak, namun selalu dihindarinya demi menjaga integritas.
“Saya jamin tidak pernah menerima uang Rp2 miliar,” kata Aris.
Aris mengatakan dia takkan berani mengkhianati korps dan rekannya di Kepolisian yang berkorban demi tugas. Ada yang diceraikan istri, menderita liver karena kecapekan, hingga tertembak dalam tugas.
“Teman-teman saya itu orang-orang terhormat. Tak mungkin saya khianati. Insya Allah saya terhormat,” kata Aris.
“Tuduhan terima Rp2 miliar, bagi saya itu luar bisa, ingin menghancurkan karakter saya. Kalau mau terima, bisa lebih yang pernah ditawarkan ke saya. Saya tidak pernah melakukan itu, apalagi di tempat yang kami berdinas sekarang. Saya menjaga kehormatan KPK,” tambahnya.
Hanya kenal Warouw
Begitupun ketika dituduh telah bertemu dengan anggota DPR menyangkut perkara KTP elektronik.
Dia mengklaim satu-satunya anggota dewan yang dikenalnya hanya Wenny Warouw, yang pernah jadi atasannya saat bertugas di Kepolisian Daerah.
“Berkaitan dengan tuduhan bertemu dengan anggota DPR, saya tegaskan saya tidak pernah bertemu. Dan saya jamin saya tidak pernah menerima Rp2 miliar dari anggota DPR. Yang menuduh saya, mempunyai agenda tertentu kepada saya, kepada KPK dan Polri tempat saya berdinas,” jelasnya.
Selama bersaksi itu, Aris berbicara dengan pelan dan sangat hati-hati dalam memilih kata-kata. Wajahnya serius, seakan menahan sebuah pergolakan emosi.
Novel ketemu Miryam
Saat sesi tanya jawab, Aris kembali membongkar fakta baru, bahwa sebenarnya ada penyidik KPK dari unsur internal yang menemui Miryam S Haryani, salah seorang tersangka kasus KTP elektronik dan juga anggota DPR. Aris mengaku tahu masalah itu setelah diberi tahu penyidik KPK lainnya.
Aris mengatakan fakta itu memang tak termuat di Berita Acara Pemeriksaan. Aris lalu mengatakan dirinya sudah melaporkan hal itu ke Pengawas Internal dan ke Mabes Polri. Baginya, tindakan demikian adalah tindakan pidana.
Dia mengaku pernah diberi tahu penyidik, bahwa ada saksi perkara itu, seorang anggota DPR, yang ingin terbuka soal perkara. Namun, Aris memilih tak mau menemui dan meminta penyidik tersebut memanggil saksi dimaksud untuk bersaksi di KPK.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket, Masinton Pasaribu mencoba mengorek keterangan lebih jauh dari Aris.
“Dalam laporan media massa, di persidangan Senin lalu, ada pernyataan dari Miryam Haryani. ‘Novel datang ke rumah saya bersama dua orang jaksa.’ Apakah itu maksud anda?” tanya Masinton.
Terdiam sebentar seperti mencerna pertanyaan dari Masinton, Aris lalu menjawab. “Betul. Tapi informasi penyidik ke saya, bahwa yang datang ke sana (ke Miryam) itu disebut penyidik saja (tanpa nama),” jawabnya, seperti dilansir ‘BeritaSatu.com”.
Walau demikian, bagi Aris fakta itu membuat dia sangat “ingin teriak dan mempertanyakan ketidakadilan” serta serangan kepada dirinya. Aris merasa dirinya dituduh melakukan sesuatu yang tak pernah dilakukan, sementara di sisi lain justru yang dituduhkan ke dirinya dilakukan oleh pihak lain. (B-BS/jr)