BENDERRAnews, 4/8/17 (Jakarta): Tiga aktivis partai dengan pernyataan berbeda-beda berusaha menangkis tudingan dibilang partainya mendukung khilafah dan Ormas radikal.
Misalnya saja Wasekjen Gerindra, Andre Rosiade, berargumen, Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto, dinilai sangat berkomitmen mendukung Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Karenanya, tak tepat apabila Gerindra disebut mendukung kelompok yang ingin mendirikan negara khilafah.
“Komitmen Pak Prabowo Subianto sejak awal mendirikan Gerindra tidak perlu diragukan lagi. Pak Prabowo Subianto merupakan salah satu prajurit yang berdarah-darah menjaga keutuhan NKRI,” kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Gerindra, Andre Rosiade, Jumat (4/8/17).
Hal itu disampaikannya menanggapi beredarnya video yang diduga Ketua Fraksi Partai Nasdem, Viktor Bungtilu Laiskodat. Dalam video tersebut, Gerindra dituding berada di belakang organisasi masyarakat (ormas) Islam pendukung khilafah.
“Kami menuntut Viktor secara resmi dan terbuka meminta maaf ke Gerindra. Pernyataannya dalam acara di NTT itu justru membuktikan bahwa Viktor antiPancasila dan anti-kebinekaan sesungguhnya,” ujar Andre.
Disebutnya, Viktor juga melakukan pencemaran nama baik Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional. “Ucapan Viktor juga berpotensi memicu konflik horizontal, karena menyinggung isu agama,” ujarnya.
Dia menyatakan, Viktor juga perlu meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat Islam. Dalam pernyatannya Viktor di video, Indonesia digambarkan bakal menjadi negara yang tidak menghargai perbedaan, apabila negara khilafah terwujud.
“Itu kan tidak benar, Islam tidak mengajarkan hal seperti itu. Islam itu sangat menghargai perbedaan. Viktor jangan mengomentari mengenai Islam kalau tidak mengetahui secara mendalam tentang Islam. Islam itu agama rahmatan lil’alamin,” tandasnya, seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.
Dukung HTI?
Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat (PD), Benny K Harman bereaksi keras setelah partainya dituduh sebagai pendukung organisasi kemasyarakatan (Ormas) radikal dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Tuduhan bahwa Demokrat adalah salah satu Parpol yang pada tingkat nasional tidak mendukung Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) Ormas, sehingga harus ‘dibunuh’ di NTT (Nusa Tenggara Timur) adalah upaya sistematis dari kekuatan politik tertentu untuk menghancurkan kredibilitas Demokrat di NTT khususnya dan di tingkat nasional umumnya,” kata Benny dalam keterangan persnya, Kamis (3/8/17) kemarin.
Hal tersebut disampaikan Benny menanggapi pernyataan Ketua Fraksi Nasdem DPR Victor Laiskodat di Kupang, NTT.
“Pernyataan yang secara sederhana menyamakan sikap kritis terhadap Perppu dan pembubaran HTI dengan sikap mendukung HTI dan Ormas radikal sangat tendensius, menzalimi dengan maksud agar Demokrat dijauhkan dari rakyat NTT,” tegas Benny.
Disebutnya, tuduhan tanpa dasar dan keji tersebut tak pantas keluar dari seorang tokoh sekelas Victor.
“Tuduhan kejam tersebut justru mengerdilkan ketokohan yang bersangkutan dan sangat mengadu domba masyarakat NTT yang selama ini dikenal harmonis dan cinta damai,” ujarnya.
Benny menilai, ajakan kepada rakyat NTT untuk tidak mendukung Demokrat pasti berkaitan dengan kontestasi demokrasi yang segera akan berlangsung di NTT.
“Baik terkait pemilihan gubernur dan pemilihan kepala daerah 10 kabupaten,” ungkapnya.
“Ada keinginan dari kekuatan politik tertentu agar kader-kader terbaik Demokrat tidak memimpin dan tidak ikut kontestasi. Langkah ini sungguh kami sesalkan karena dapat menyesatkan dan hanya ingin menjauhkan Demokrat dari rakyat NTT.”
Dia mengimbau agar seluruh rakyat NTT tetap tenang bekerja, menjaga perdamaian dan keharmonisan, serta tidak gampang diprovokasi oleh pernyataan-pernyataan politik dari tokoh-tokoh tertentu yang hendak mengganggu keharmonisan relasi antarkelompok masyarakat NTT.
Dia menyatakan, Demokrat mendukung setiap ikhtiar pemerintah untuk menutup pintu terhadap tumbuh kembangnya Ormas-ormas radikal di masyarakat yang secara tegas menolak ideologi Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan anti-kebinekaan.
“Bagi Demokrat di seluruh wilayah republik, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan adalah harga mati. Karena itu adalah menjadi panggilan sejarah Demokrat untuk terus mengawal Pancasila, NKRI, kebinekaan dan melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai hukum negara tertinggi,” tegas Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR ini.
Dia meminta Victor segera mencabut tuduhannya.
“Meminta-maaf kepada Partai Demokrat atas pernyataannya yang menyesatkan dan dapat menimbulkan keresahan publik di masyarakat NTT khususnya,” tandasnya lagi.
Tolak khilafah
Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menyayangkan pernyataan Ketua Fraksi Nasdem DPR, Victor Bungtilu Laiskodat. Sebagai partai politik, PAN tidak memperjuangkan Indonesia sebagai negara khilafah.
“Jadi, PAN tidak memperjuangkan Indonesia sebagai negara khilafah, sebagaimana yang dituduhkan Victor. Bagi PAN, sistem pemerintahan demokrasi dan bentuk negara nasional sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sudah final. Tidak boleh diubah lagi,” tegas Viva Yoga melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/8/17).
Sebelumnya, saat berpidato dalam sebuah acara di Kabupaten Kupang, Provonsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tersebar lewat video, Victor menyatakan saat ini ada kelompok-kelompok yang ingin mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara khilafah. Keinginan tersebut mendapat dukungan partai politik, yakni Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN.
Disebut Viva Yoga, PAN yang lahir dari rahim reformasi dan menjunjung tinggi moralitas agama, kemanusiaan, dan kemajemukan. PAN yang berasaskan Pancasila bertujuan menegakkan nilai-nilai iman dan takwa, kedaulatan rakyat, keadilan sosial, kemakmuran, dan kesejahteraan dalam wadah NKRI.
Ditambahkannya, pernyataan Victor yang memaknai perbedaan pandangan politik di antara partai politik terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017 telah disempitkan dengan pemikirannya yang destruktif, sehingga membahayakan nilai kemajemukan, toleransi, dan dapat merusak tradisi demokrasi.
“Sebagai kawan, saya menyarankan Victor meminta maaf sebelum kasus ini menjadi persoalan hukum,” katanya.
Senada dengannya, Wasekjen DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyayangkan pernyataan Victor Laiskodat. Pernyataan seperti itu tidak semestinya disampaikan, karena mengusik kenyamanan para kader dan simpatisan partai-partai.
”Dengan teknologi dan sosmed yang ada saat ini, video dan pernyataan itu sangat cepat menyebar. Dari dapil saya saja, sudah banyak yang mempertanyakan. Ada banyak aktivis partai dan simpatisan yang resah,” katanya dalam keterangan tertulis.
Saleh menilai Victor kurang memahami makna dan konsepsi bernegara dalam sistem khilafah. “Jika dipahami secara utuh dan benar, pernyataan itu tidak mungkin dialamatkan kepada keempat partai tersebut, khususnya kepada PAN. Apalagi sejarah membuktikan bahwa PAN lahir dari rahim reformasi yang dalam perjalanannya konsisten memperjuangkan dan menjaga demokrasi,” tegasnya.
Disebutnya, perbedaan pandangan politik untuk satu-dua isu, tidak boleh memunculkan penilaian miring kepada parpol tertentu.
“Perbedaan dalam menyikapi UU Pemilu telah usai dan tidak perlu diperpanjang. Perbedaan pandangan dalam menyikapi Perppu Ormas haruslah dihadapi secara bijaksana. Kalau Pak Victor tidak bisa menghormati pendapat dan pandangan partai lain, bukankah hal itu cerminan sikap intoleran itu sendiri? Sebaiknya, semua pihak perlu introspeksi demi menciptakan situasi kondusif yang diinginkan semua pihak,” kata Saleh.
Secara terpisah, anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad H Wibowo meminta Ketua Umum Nasdem Surya Paloh memberi sanksi keras kepada Victor Laiskodat.
“Bang Surya Paloh mungkin perlu memberi sanksi sangat keras kepada Victor Laiskodat,” demikian Partaonan Daulay. (B-SP/BS/jr)