BENDERRAnews, 28/7/17 (Denpasar): Indonesia jangan terbiasa menjiplak kebijakan dari negara lain. Sebab, kebijakan itu belum tentu akan optimal dalam kondisi Indonesia, karena didasarkan pada sistem pemerintahan, bentuk negara dan karakter sosial masyarakarat suat negara yang berbeda.
“Misalnya saja, Indonesia mengadopsi sistem multi partai. Sementara sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Dua kombinasi ini sepertinya tidak cocok,” kata Dr Fery Liando, SIP, MSi, akademisi Univesitas Sam Ratulangi (Unsrat), yang dipercayakan menjadi Narasumber Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sebuah forum di Denpasar, 26-27 Juli 2017 kemarin.
Saat ini pihak KPU RI memang tengah merevisi modul-modul mata kuliah yang diajarkan pada mahasiswa Program Magister Tata Kelola Pemilu.
Sebagai Narsum, Ferry Liando diminta KPU untuk merevisi mata kuliah sistem perbandingan Pemilu. Dia pun memberikan materi mengenai “Kebijakan Kepemiluan di Indonesia yang Harusnya Memperhatikan ciri khas ke-Indonesia-an”.
Diingatkannya, sistem multi partai sangat cocok bagi negara yang megnanut sistem pemerintahan parlementer.
“Kemudian, Indonesia memiliki kelembagaan DPD RI. Padahal Indonesia adalah negara kesatuan,” ujarnya.
Disebutnya, sistem dua kamar hanya cocok berlaku bagi negara yang menganut sistem federalisme seperti Amerika dan Australia.
Cara Indonesia
Karena itu, dia menegaskan, Indonesia jangan jadi bangsa penjiplak model kepemiluan. “Harus berani menyusun model kepemiluan dengan cara Indonesia sendiri,” tandasnya dalam forum yang dihadiri enam komisioner KPU RI, Ketua Komisi II DPR RI, Zainuddin Amali dan Anggota DKPP RI, Muhammad (mantan Ketua Bawaslu).
“Artinya, kebijakan yang dibuat dalam menyelengarakan Pemilu tidak harus menjiplak atau mengadopsi kebijakan kepemiluan dari negara lain”.
Ferry Liando juga merasa ragu apakah sistem konversi suara menjadi kursi dengan menggunakan ‘divisor sainte lague’ sebagaimana UU Pemilu baru, akan cocok diterapkan di Indonesia.
Karena, menurutnya, model konversi ini meniru penetapan negara yang menggunakan sistem distrik seperti Australia.
“Sementara Indonesia bukan menggunakan sistem distrik, tapi sistem daerah pemilihan “Dapil)”, demikian Ferry Liando yang meraih gelar doktor ilmu politik di beberapa perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri. (B-R/jr — foto ilustrasi istimewa)