BENDERRAnews, 22/7/17 (Jakarta): Salah satu isu mengemuka pada rapat kerja nasional Apeksi di Malang, ialah, mengenai banyaknya pejabat di daerah yang rentan terkena kasus hukum, karena salah atau keliru dalam kebijakan menyangkut administratif.
“Itu kemudian tak jarang para Kepala Daerah atau pejabat lainnya di daerah harus berurusan dengan Kejaksaan, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini harus segera dicari solusi, demi mendukung kinerja para pejabat di daerah, agar bisa efektif serta efisien menyerap anggaran demi peningkatan kesejahteraan rakyat berbasis bebas KKN,” kata Irwan ‘Opo’ Lalegit, Wakil Sekjen DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP).
Kegamangan para pejabat di daerah mengeksekusi berbagai proyek, menurutnya, justru semakin menjadi-jadi, karena ada fakta pahit dialami rekan-rekannya, yakni terjebak tindak pidana korupsi (Tipikor).
Hal ini, menurut aktivis yang juga ‘lawyer’ tersebut, tak bisa dibiarkan berlanjut, karena bakal mengganggu percepatan pembangunan demi peningkatan kesejahteraan rakyat di seluruh pelosok, sebagaimana diamanatkan oleh ‘Nawacita’ (Program Kerja Pemerintahan Joko Widodo, Red).
Terkait itulah, Irwan yang dihubungi Tim BENDERRAnews dan SOLUSSInews, Sabtu (22/7/17) mengemukakan, DPP GPPMP sedang mempersiapkan sebuah seminar khusus, dengan melibatkan para pejabat di daerah.
“Kami telah melakukan pembicaraan intensif dengan sejumlah pihak untuk menggelar apa yang kami namakakan sebagai “Seminar Khusus: Memaksimalkan Kinerja Pemerintah Daerah dalam Menyerap Anggaran Pembangunan yang Berbasis Bebas KKN, demi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”. Untuk itu, kami menggandeng Mahkamah Agung (MA) melalui Hakim Agung berkompeten, juga pihak KPK, Dirjen Otda Kemendagri dan Dirjen Anggaran Kemenkeu,” tambah Sekjen DPP GPPMP, Teddy Matheos.
Irwan selaku Wakil Koordinator Tim Kerja mengungkapkan, beberapa narasumber (Narsum) sudah dihubungi dan siap. “Kami menetapkan Narsum dari instansi berkompeten dan tokoh yang kredibel, seperti Prof Dr Gayus T Lumbuun, SH, MH (Hakim Agung), Irjenpol (P) Basaria Pandjaitan, SH, MH (Wakil Ketua KPK), Dr Soni Sumarsosno, MDM (Dirjen Otonomi Daerah Kemdagri), dan Askolani Se, MA (Dirjen Anggaran Kemenkeu),” ungkapnya lagi..
Narsum khusus
Berdasarkan Surat Keputusan DPP GPPMP, Tim Kerja Seminar Khusus ini, terdiri atas Hein Kojongian (Ketua DPD GPPMP Sulut) selaku Koordinator, Irwan Lalageit (Wakil Sekjen DPP GPPMP/Wakil Koordinator), dengan Koordinator Pelaksana Teknis Didie Wurangian (Ketua DPD GPPMP Kaltim).
“DPD GPPMP Kaltim dipimpin ketuanya akan menjadi tuan rumah gelaran ini, yang diharapkan berlangsung Agustus 2017 depan,” kata Sekjen DPP GPPMP, Teddy Matheos.
Selain Narsum berbasis institusi pusat, DPP GPPMP juga akan menampilkan beberapa pembicara dari lingkup pejabat di daerah. “Mereka itu sebagai Narsum Khusus, seperti Maxmillian Lomban (Walikota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara), Bima Arya (Walikota Bogor, Prov Jabar), Bupati Kutai, Bupati dari Papua, Bupati dari Maluku Utara, dan Walikota Gorontalo (Marthen Taha),” demikian Teddy Matheos.
Rentan kasus
Faktanya kini, perlindungan hukum kepada kepala daerah mencuat dalam rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi ) ke XII di Malang.
Sebagaimana dikemukakan Walikota Bogor, Bima Arya, beberapa pejabat daerah rentan terkena kasus hukum, karena salah dalam melakukan kebijakan bersifat administratif.
Bima mengatakan, saat ini ada kecenderungan pemimpin daerah lebih berhati-hati dalam membuat regulasi atau keputusan untuk membangun masyarakat di daerahnya.
Ini karena rentan terkait kasus hukum pada penyusunan/keputusan bersifat administratif.
“Kalau mencuri, ya mencuri, korupsi yah korupsi, harus dihukum sesuai ketentuan hukum. Namun, bila ada temuan mengenai kekeliruan administratif, itu harus dilindungi secara undang-undang,” kata Bima di Balai Kota Bogor, Sabtu (22/7/17).
Kehati-hatian pemimpin daerah dalam mengesekusi suatu penyusunan regulasi berdampak pada menurunnya kinerja pemerintah daerah.
Dalam rapat kerja Apeksi menyebutkan beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan diantaranya mendorong pemerintah segera mengeluarkan nota kesepahaman (MoU) atau Surat Keputusan Bersama (SKB), antara Kemdagri, Kepolisian serta Kejaksaan, tentang mekanisme koordinasi dan kerja sama antara APIP dengan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Penegakan hukum harus memberikan akses yang seluas-luasnya untuk memberikan perlindungan hukum kepada pejabat atau aparatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah, berdasarkan atas azas keadilan serta tidak didasarkan pada motivasi untuk tebang pilih perkara,” papar Bima seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Untuk antisipasi menghadapi isu di bidang pemerintahan umum, tambah Bima, perlu penanganan lewat perlengkapan peraturan pelaksanaan, khususnya UU Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemda.
Kemudian perlunya mengeluarkan PP tentang vertikalisasi kelembagaan yang ada di daerah, mendorong pemerintah pusat melakukan peninjauan ulang soal PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
“Masukan-masukan dalam rapat kerja Apeksi diatensi oleh Presiden Joko Widodo pada acara penutupan kemarin dan akan segera dikaji,” demikian Bima Arya. (B-BS/tim)