BENDERRAnews, 1/7/17 (Jakarta): Gagasan-gagasan dan visi futuristik pahlawan nasional, Dr Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi (Sam Ratulangi), dalam berbagai bidang yang disampaikan semasa hidupnya hingga kini masih relevan diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Selain pemikiran soal posisi Indonesia di Pasifik, sejak dulu Sam Ratulangi telah memiliki pandangan masa depan soal pendidikan bagi rakyat Indonesia, terutama kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan dengan negara lain.

Di daerah kelahirannya, Sulawesi Utara, filosofi Sam Ratulangi tentang ”Sumekolah” yang sejak dulu telah memotivasi rakyat Minahasa bersekolah dan menuntut ilmu dalam berbagai bidang sebagai modal untuk membangun bangsa hingga kini masih hidup. Bahkan, filosofi ”Si Tou Timou Tou” yang berarti manusia hidup untuk memanusiakan manusia” hingga kini memotivasi masyarakat Sulawesi Utara ataupun nasional.

Sayangnya, seiring perubahan yang terjadi dan di tengah derasnya perkembangan teknologi saat ini, gagasan dan pemikiran visioner Sam Ratulangi yang sudah dilontarkan sejak tahun 1930-an itu kini banyak dilupakan orang. Strategi dan filosofi pendidikan Ratulangi tidak berlanjut hingga kini.

Demikian benang merah rangkuman Diskusi dan Kontemplasi ”Sam Ratulangi, Pendidikan dan Pandangan Visioner Indonesia Berjaya di Era Pasifik” di Jakarta, Jumat (30/6/17). Diskusi diselenggarakan Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP), Ikatan Alumni Universitas Sam Ratulangi Manado (IKA Unsrat), dan Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) dalam rangka memperingati hari wafatnya Ratulangi yang meninggal pada 30 Juni 1949.

Diskusi yang dipandu Donald R Pokatong, pengurus IKA Unsrat Jabodetabek, dan juga pengajar Universitas Pelita Harapan (UPH) menghadirkan sejumlah tokoh asal Sulut yang berkiprah di berbagai bidang, dengan dua pemicu diskusi, yakni Audy WMR Wuysang dan Jeffrey Rawis.

Wakil Ketua Umum KKK Audy WMR Wuisang, yang juga Sekretaris Umum DPP Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), mengungkapkan, komitmen Sam Ratulangi dalam bidang pendidikan sangat tinggi dan mendorong putri-putri Indonesia bersekolah ke negeri Belanda.

”Kebjakan ini, secara khusus terhitung menguntungkan Minahasa karena kelak pendidikan di Minahasa terhitung yang paling maju dibandingkan daerah lain di Indonesia. Tetapi, sayangnya ini tidak berlanjut hingga sekarang,” ujar Audy.

Ia mencontohkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulut yang dulu selalu peringkat satu atau dua hingga tahun 2010 sekarang turun beberapa peringkat di bawahnya.

”Si Tou Timou Tumou Tou”

Filosofi ”Si Tou Timou Tumou Tou” bermakna sangat dalam. Kalimat dalam bahasa Toulour (bahasa daerah Minahasa) yang diartikan secara harafiah sebagai manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain itu merupakan komitmen humanis dan sangat teologis. ”Bahwa manusia sebenarnya punya panggilan untuk ’memanusiakan’ sesama manusianya,” ujar Audy.

Filosofi tersebut juga bermakna bahwa manusia hidup mesti belajar sungguh-sungguh. Aspek ini sangat erat dengan belajar dan pendidikan. ”Ratulangi boleh dibilang merupakan orang Indonesia pertama, atau bahkan satu-satunya yang berhasil memperoleh gelar doktor dalam bidang Ilmu Pasti dan Alam (Doktor der Natur Philosphie) dari Universitas Zurich, Swiss. Universitas ini merupakan perguruan tinggi ternama yang menghasilkan para maestro dunia, seperti Albert Einstein, Max Plank, dan suami istri Curie,” kata Audy.

Dalam diskusi kemarin, Audy juga menggambarkan, selain sebagai pendidik dan terjun dalam politik,  Ratulangi belakangan terjun di dunia jurnalistik.  Ratulangi terlibat dalam pendirian KGPM pada tahun 1932 karena ingin gereja mandiri dari Belanda. ”Tulisan-tulisan Ratulangi  tentang jati diri Minahasa adalah rujukan, baik moral maupun romantisisme dan kultural bagi orang Minahasa. Pada 1934, ia menerbitkan mingguan berbahasa Indonesia ”Peninjauan” bersama dengan Dr Amir, psikolog kenamaan, dan juga PF Dahler, Indonesianis yang peranakan Belanda,” katanya.

Melalui media mingguan ini, Ratulangi secara gencar menyerang kebijakan kolonial, khususnya ketidakadilan yang dialami buruh Indonesia (pribumi). Langkah ini  dipandang Pemerintah Belanda sebagai ancaman terhadap kemapanan kolonial di bumi Nusantara.

Mantan Sekretaris Umum Majelis Pendidikan Kristen (MPK) Indonesia Jopie Rory menyampaikan keprihatinan karena pemikiran-pemikiran visioner Ratulangi yang sudah ada sejak dulu tidak diteruskan, bahkan tidak banyak diimplementasikan masyarakat  di Indonesia saat ini. Keprihatinan yang sama juga disampaikan Jerry Rampen, yang juga pengurus KKK.

Karena itu, semua peserta diskusi sependapat sudah saatnya gagasan dan pemikiran Ratulangi diterapkan, terutama di era perkembangan teknologi yang pesat saat ini. Generasi penerus bangsa harus disiapkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dalam berbagai bidang. Masyarakat Minahasa juga harus mempertahankan jati diri bangsa bukan sebagai sebagai etnis.

Gerakan bersama

Selanjutnya Ketua Umum DPP GPPMP, Jeffrey Rawis menilai perlu ada gerakan bersama, setidaknya dimulai dari Sulut yang memelopori untuk meneruskan gagasan dan pemikiran Ratulangi agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara luar, tidak hanya di Pasifik, tetapi juga di dunia.

Disebutnya, banyak referensi mengungkapkan, Ratulangi-lah yang pertama kali menggunakan kata ”Indonesia” dalam perusahaan, yakni Maskapai Asuransi Indonesia. “Bahkan, Presiden Soekarno mengakui bahwa Ratulangi adalah gurunya dalam politik serta menganggap bahwa sejarah pergerakan nasional Indonesia tidak lengkap jika tidak menyebut peran Ratulangi,” kata Direktur Lembaga Penerbitan DPP Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini.

Selain itu dituturnya, Sam Ratulangi, pakar matematika pertama di Asia asal Sulut yang juga wartawan terkemuka di era sebelum Indonesia merdeka (tahun 1936), melalui bukunya Indonesia di Pasifik telah memprediksikan sejumlah peluang emas Indonesia di Pasifik. “Dalam buku yang merupakan rangkaian tulisan analisis ekonomi politik tentang peran Indonesia di Pasifik pada koran Nationale Comentaren (Komentar Nasional) Jakarta itu, Sam Ratulangi menggambarkan peran besar Indonesia di Pasifik bersama China dan Jepang”.

Pengakuan Jepang

Jeffrey kemudian mengungkapkan sebuah ‘pengakuan Jepang’, yang selama ini jarang dipublikasikan. Yakni, adanya telegram dari Kaisar Hirohito kepada penguasa perang di Indonesia, Laksamana Maeda, agar memberikan kekuasaan awal sebagai Kepala Pemerintahan Indonesia kepada Sam Ratulangi.

“Mengapa? Karena Sam Ratulangi merupakan Ketua Perhimpunan Mahasiswa Asia di Eropa, di mana anggota-anggotanya selain Chou Enlai (jadi PM RRT), U Than (dari Myanmar yang jadi Sekjen PBB), Jawaharlal Nehru (yang jadi PM India), juga Hirohito sendiri. Apakah Sam Ratulangi menerimanya? Tidak…beliau sontak menunjuk Bung Karno, alasannya, menurutnya, karena memiliki kapabilitas serta dukungan representatif nasionalis yang kuat,” papar Jeffrey.

Selain itu, ada pula testimoni yang belum pernah dikaji, mengenai ‘kegamangan’ Bung Karno untuk memproklamasikan Kemerdekaan RI, tetapi kemudian mendapat motivasi spirit dari Sam Ratulangi sebagai ‘guru politiknya’

“Bahkan dengan mengerahkan pasukan pemuda bertemperamen tinggi (kini disebut Preman, Red) dari Pasar Senen yang sebagian besar merupakan pemuda kawanua, untuk mengawal Bung Karno saat membacarakan teks Proklamasi. Dan ketika beliau turun dari panggung, berkatalah Bung Karno: “Inilah jendral-jendral pertama Republik Indonesia”, ungkapnya, mengutip testimoni Dr Zus Ratulangi, putri pertama Dr GSSJ Ratulangi yang tinggal di Negeri Belanda.

Satu hal lagi yang patut diingat, menurut Jeffrey, Indonesia ini bisa utuh berujud NKRI melipui wilayah Nusantara, karena ada manuver politik Sam Ratulangi (di pentas politik domestik( dan LN ‘Babe’ Palar (di arena internasional/forum PBB) yang mendorong terjadinya gerakan merah putih di Sulawesi Utara, dimana pergerakannya melibatkan komunitas elite sipil (dipimpin BW Lapian dkk) dan militer (Ch Ch Taulu dkk eks KNIL) plus pemuda serta kaum perempuan.

“Tepatnya pada tangal 14 Februari 1946, atau enam bulan setelah Bung Karno memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, maka Sulawesi Utara lah daerah pertama yang menyatakan gabung dengan Republik Indonesia. Ini sekaligus memutus propaganda dan agitasi Belanda di PBB, bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 itu cuma aksi ekstrimis dan separatis di tanah Jawa,” kata Jeffrey Rawis yang terpilih sebagai Ketua Umum GPPMP sejak 2015 ini.

Selanjutnya disebutnya lagi, sesuai pandangan visioner Sam Ratulangi (dalam bukunya “Indonesia in den Pasific’, 1937), Indonesia melalui Sulut dan kawasan timur Indonesia pada umumnya berpeluang memainkan peran signifikan bagi Indonesia dalam percaturan Pasifik.

Ya, Pasifik digambarkan Om Sam Ratulangi (panggilan akrabnya), bakal menjadi kawasan paling ramai di dunia (kini terbukti) dari sisi ekonomi, politik, sosial, dan budaya (Kompas, 24 Juni 2014).

Ratulangi meninggal di Jakarta dalam kedudukan sebagai tawanan musuh pada 30 Juni 1949 dan dimakamkan di Tondano. Ratulangi yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 1961, namanya diabadikan dalam nama bandar udara Sam Ratulangi dan Universitas Sam Ratulangi Manado.

*) Disadur dari Harian Kompas Edisi 1 Juli 2017, dengan judul asli:

Pahlawan Nasional
 “Gagasan Sam Ratulangi Tetap Relevan dengan Kondisi Indonesia Saat Ini”
**) Penulis selain jurnalis senior Kompas, juga Wakil Ketua Tim Satkersus DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP), Wakil Sekjen DPP PIKI dan mantan Ketua BPC GMKI Manado