BENDERRAnews, 2/6/17 (Semarang): PP Ansor bersikap tegas. Tanpa Pancasila, tidak akan ada Indonesia yang diperjuangkan dan dipertahankan kemerdekaannya.
“Pancasila menjadi pedoman hidup di NKRI dalam menjaga keragaman yang disebut sebagai Bhinneka Tunggal Ika,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Kamis (1/6/17) kemarin.
Pernyataan itu merupakan penyampaian sikap dari PP GP Ansor dalam merefleksikan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni.
Gus Tutut, sapaan akrab Yaqut menjelaskan NKRI, salah satunya diperjuangkan oleh ‘masyayih’ kiai-kiai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang senantiasa mengkampanyekan Islam Nusantara, Islam yang rahmatan lil alamin, dan Islam yang ramah.
“Hari-hari ini, dasar negara, falsafah, dan ideologi negara Indonesia, yaitu Pancasila mendapatkan ancaman terbuka dan tantangan cukup serius dari ideologi transnasional, baik neoliberal maupun Islam radikal,” katanya.
Salah satu buktinya, menurutnya, rongrongan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang secara nyata menyatakan, “Pancasila adalah thogut dan berusaha mengganti dengan khilafah”.
“Tantangan lainnya, dari kelompok neoliberal yang menuhankan kebebasan individu dan mengabaikan nilai-nilai substantif Pancasila yangg membatasi kebebasan individu dengan kebebasan individu atau kelompok lain”, ungkapnya.
Ditegaskannya, GP Ansor akan terus mengikuti dan menjaga kesepakatan para kiai maupun ulama NU ketika menyepakati Pancasila sebagai asas hidup berbangsa serta bernegara di Indonesia.
Hal itu tertuang dalam pernyataan teologis NU tentang Islam dan Pancasila pada Muktamar NU 1984. “Yakni Pancasila sebagai dasar dan falsafah NKRI bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama, dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama”.
“Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara Republik Indonesia menurut Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan Islam,” katanya.
Bagi NU, kata putra mendiang KH Muhammad Cholil Bisri dari Rembang itu, “Islam yang mengajarkan akidah dan syariah ialah agama yang meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan antarmanusia”.
“Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya,” katanya lagi.
Sebagai konsekuensi sikap tersebut, lanjutnya, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila, serta pengamalannya secara murni dan konsekuen oleh semua pihak.
“Prinsip inilah yang menjadi pegangan dan payung GP Ansor dalam hidup berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama, budaya, etnis, suku, dan ras,” kata Gus Tutut.
Pemersatu NKRI
Sementara itu, dari Pandeglang, Banten, KH Murtdalo Dimyati, menegaskan, Pancasila merupakan satu-satunya pilar yang bisa mempersatukan rakyat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk segera membuat metode baru dalam rangka pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Hal itu dikatakan ulama asal Banten yang juga pengasuh Pondok Pesanten Raudhatul Ulum Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten, ini dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat (2/6/17).
“Pancasila harus menjadi satu-satunya pilar pemersatu NKRI. Untuk itu, saya meminta pemerintah untuk segera mengajarkan atau menatarkan Pancasila secara serempak. Buat metode baru atau sistem baru agar pengamalan nilai-nilai Pancasila bisa berjalan dengan baik, terutama di kalangan anak muda,” ujarnya.
Dalam pandangan Kiai Murtdalo, seharusnya yang benar ialah dua pilar pemersatu bangsa. Yakni Pancasila dan UUD 1945, bukan empat pilar yang selama ini digaungkan para elite politik.
“Kritik saya, empat pilar kebangsaan itu kurang tepat. Seharusnya, dua pilar kebangsaan saja, yaitu Pancasila dan UUD 1945. NKRI dan Bhinneka Tunggal ika yang dipilari. Pilar atau pemersatunya Pancasila dan UUD 1945,” tuturnya.
Anak kedua dari kiai kharismatis Banten, Abuya Cidahu itu, menambahkan, nilai-nilai moral, budaya, dan toleransi di Tanah Air saat ini semakin terkikis. Akibatnya, kondisi negara dan bangsa kian tak menentu serta berada diambang perpecahan.
“Karena itu, nilai-nilai Pancasila harus diajarkan kembali, seperti dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Sekali lagi, pemerintah perlu membuat metode pengajaran yang tepat,” demikian KH Murtdalo Dimyati, sebagaimana dilansir ‘BeritaSatu.com’. (B-BS/jr)